Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beringin yang Mengakar

Kompas.com - 20/01/2014, 10:33 WIB

KOMPAS.com - TIGA kali berada pada kelompok atas hasil pemilihan umum yang digelar di era reformasi, Partai Golongan Karya membuktikan mampu bertahan melewati gelombang politik. Institusi dan jaringan politik yang relatif mapan menjadi investasi tersendiri bagi gerak langkah partai ini.

Stigma politik sebagai partai penopang kekuasaan Orde Baru dan menjadi satu-satunya partai yang pernah dicoba dibekukan melalui Dekrit Presiden di era Abdurrahman Wahid itu tidak membuat Partai Golkar limbung. Pada Pemilu 1999, pemilu pertama di era reformasi, partai berlambang pohon beringin ini tetap menduduki posisi kedua setelah PDI-P.

Dalam disertasinya, mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung mencatat keberhasilan Golkar bertahan tidak lepas dari kemampuan partai ini mendayagunakan kelembagaan yang mengakar kuat dan secara bersamaan melakukan penyesuaian terhadap lingkungan yang berubah. Kemampuan finansial yang kuat, kepemilikan sumber daya manusia yang berpengalaman, dan jaringan kekuasaan eksekutif serta legislatif menjadi modal utama. Hal ini dibuktikan dengan kembalinya Partai Golkar menjadi jawara pada Pemilu 2004.

Lumbung suara

Luar Jawa menjadi lumbung suara bagi Partai Golkar. Penetrasi partai ini di luar Jawa juga terekam dari hasil survei Kompas. Rata-rata tingkat keterpilihan Golkar secara nasional yaitu 15,9 persen. Pada survei Desember 2013, secara nasional Golkar cenderung mengalami kenaikan elektabilitas. Jika dipilah antara wilayah Jawa dan luar Jawa, rata-rata tertinggi potensi perolehan suara Golkar berada di luar Jawa, rata-rata potensi suaranya mencapai 19,8 persen, sedangkan di Jawa tercatat 12,8 persen.

Golkar juga ditopang oleh loyalitas pemilihnya. Hasil survei merekam dari 16,5 persen dukungan responden pemilih pada Desember 2013, sebanyak 44,7 persen di antaranya pemilih Golkar pada pemilu sebelumnya. Loyalitas ini juga diperkuat analisis terhadap profil pemilih Golkar. Hampir 60 persen pemilih partai ini berkarakter konservatif (Grafik).

Karakter ini dimaknai sebagai potret pemilih yang cenderung menginginkan status quo. Potret pemilih yang konservatif juga diikuti tipikal pemilih yang lebih pragmatis, yakni pemilih yang menjadikan pertimbangan untung dan rugi sebagai dasar mereka menentukan pilihan.

Meskipun demikian, tidak sedikit (38,5 persen) pemilih Golkar yang cenderung bersikap equalis dalam menentukan pilihan politiknya. Mereka lebih memandang pentingnya faktor kemampuan dan keahlian (merit system) ketimbang yang mengutamakan pola-pola hierarki.

Survei juga memperkuat bagaimana kualitas kepartaian Golkar ditangkap oleh publik. Kualitas Partai Golkar cenderung mendapat apresiasi lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas tokohnya. Hal ini menjadi sinyal bahwa sistem kepartaian yang mapan mampu mengonsolidasikan partai ini. Lihat saja bagaimana dinamika partai yang terjadi terkait dengan pencalonan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebagai presiden. Meskipun muncul kecenderungan penolakan dari internal partai, partai ini tetap solid mengusung sang ketua umum.

Pemilih loyal dan kuatnya sistem kepartaian yang terjaga menjadi akar politik dari partai beringin. Inilah tumpuan sekaligus modal bagi Golkar untuk bertarung dalam setiap kontestasi politik yang dihadapinya. (Yohan Wahyu/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com