Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/01/2014, 04:58 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Proporsi besar menteri berlatar belakang politisi dinilai mengganggu kinerja kabinet. Komunikasi antardepartemen pun dapat menjadi persoalan tersendiri dengan proporsi tersebut.

"Saya rasa (proporsi besar politisi di kabinet) cukup mengganggu karena (komunikasi) ini kan harus nyambung antara hulu sama hilir," kata Gita Wirjawan saat berkunjung ke redaksi Kompas.com, Jakarta, Kamis (9/1/2014).

Gita adalah salah satu kandidat Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Berdasarkan pengalamannya sebagai Menteri Perdagangan di Kabinet Indonesia Bersatu II, ujar dia, masalah komunikasi memang terjadi dengan proporsi kabinet berisi politisi itu.

Kerumitan dalam menjalin komunikasi akan terjadi, imbuh Gita, ketika menteri berlatar belakang partai politik itu ternyata lebih sibuk mengurus persoalan partainya ketimbang tugas sebagai pembantu presiden.

Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu berpendapat, komunikasi antarkementerian akan lebih nyambung ketika semua jabatan menteri diemban oleh teknokrat alias figur-figur profesional.

Impor sapi

Gita menjadikan masalah pemenuhan kebutuhan daging sapi sebagai contoh dari rumitnya komunikasi antardepartemen dengan proporsi politisi di dalamnya. Polemik impor daging sapi menurut dia tak akan terjadi seandainya menteri perdagangan yang ada pada posisi hilir punya kesempatan untuk berkomunikasi dengan kementerian yang membidangi hulu masalah itu.

Bila komunikasi hilir dan hulu bisa terjalin, ujar Gita, maka solusi tentang masalah semacam polemik impor sapi tersebut bisa mendapat solusi lebih cepat dan tepat. Menurut dia, salah satu solusi yang seharusnya dapat diambil untuk masalah impor daging sapi ini adalah dengan merevisi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU PKH).

UU PKH, kata Gita, eksplisit menyebutkan bahwa Indonesia mengimpor daging sapi dari Australia dengan alat pembayaran menggunakan dollar AS. Dia berkeyakinan, biaya impor daging sapi dapat ditekan bila UU PKH tersebut direvisi.

"(Bila UU itu direvisi) Indonesia dapat mengimpor daging sapi dari India dengan harga yang jauh lebih murah, tetapi memiliki kualitas yang sama baiknya," kata Gita. Dengan kondisi ini, dia semakin berkeyakinan bahwa andai saja kabinet diisi kalangan profesional, maka diskusi untuk mencari solusi akan berlangsung lebih efektif. "Yang pasti jadi aneh, UU PKH kok tidak direvisi? Ini sangat membelenggu," ujar dia.

Gita adalah satu dari 11 kandidat peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Konvensi telah merampungkan tahap wawancara dengan media yang akan segera diikuti dengan masa kampanye, debat antarkandidat, dan ditutup dengan survei untuk menentukan pemenang konvensi sebagai bakal calon presiden dari Partai Demokrat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com