Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chairun Nisa Didakwa Terima Rp 3,075 Miliar untuk Akil

Kompas.com - 08/01/2014, 14:26 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com  - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa didakwa menerima suap sebesar Rp 3,075 miliar untuk mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Uang itu diterima Nisa dari Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha bernama Cornelis Nalau Antun.

“Terdakwa menerima uang dari Hambit Bintih dan Cornelis Nalau untuk disampaikan kepada Akil Mochtar sebagai Ketua Panel Hakim Konstitusi yang menangani perkara Pilkada Kabupaten Gunung Mas,” ujar Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Pulung Rinandoro saat membacakan surat dakwaan Nisa di Pengadilan TIndak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (8/1/2014).

Jaksa menjelaskan, uang itu agar permohonan keberatan hasil Pilkada Gunung Mas periode 2013-1018 ditolak sehingga keputusan KPU Kabupaten Gunung Mas tentang pasangan calon terpilih pada Pilkada tersebut dinyatakan sah, yaitu dimenangkan pasangan nomor urut 2, Hambit dan Arton S Dohong.

Dalam dakwaan, awalnya Hambit menemui Nisa di restoran Hotel Sahid, Jakarta pada 19 September 2013 untuk meminta bantuan mengurus sengketa Pilkada itu dan menghubungkan dengan pihak MK. Atas permintaan Hambit, Nisa kemudian mengirim pesan singkat ke Akil.

“SMS berisi, Pak Akil saya mau minta bantu nih…untuk gunung mas. Tp untuk incumbent yang menang,” ucap Jaksa membaca isi SMS Nisa ke Akil.

Atas SMS itu, Akil kemudian menyakan kapan Nisa memiliki waktu untuk bertemu. Akhirnya pada 20 September 2013, Hambit menemui Akil di rumah dinas Ketua MK di Jalan Widya Candra III Nomor 7, Jakarta Selatan untuk meminta bantuan.

“Atas permintaan Hambit, Akil selaku Ketua MK menetapkan Panel Hakim Konstitusi dengan susunan Akil sebagai Ketua merangkap anggota, Maria Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai anggota,” kata Jaksa.

Kemudian, Akil menyampaikan pada Nisa agar Hambit menyediakan Rp 3 miliar dalam bentuk dollar AS. Hambit pun menyetujui permintaan Akil dan meminta disediakan dananya oleh Cornelis. Setelah dana tersedia, Nisa kemudian menyampaikan akan mengambilnya pada 2 Oktober 2014 dan meminta Cornelis menemani saat penyerahan uang ke Akil.

Penyerahan Uang

Hambit menyerahkan uang Rp 75 juta yang dibungkus koran kepada Nisa di Bandara Cilik Riwut Palangkaraya pada 2 Oktober 2013. Setelah penyerahan itu, Nisa langsung menghubungi AKil dan membuat janji untuk bertemu di rumah Akil. Setiba di Jakarta, Nisa mengambil uang dari Cornelis di Apartemen Mediterania, Tanjung Duren, Jakarta.

“Selanjutnya terdakwa didampingi Cornelis pergi ke rumah dinas Ketua MK untuk mengantarkan uang tersebut. Namun, saat terdakwa duduk di teras rumah dan menunggu Akil, datang petugas KPK melakukan penangkapan,” terang Jaksa.

Dari hasil penangkapan itu, KPK menyita empat amplop cokelat  yang masing-masing berisi 107.500 dollar Singapura, 107.500 dollar Singapura, 22.000 dollar AS, 79.000 dollar Singapura. Total uang itu kurang lebih senilai Rp 3 miliar. Selain itu, ditemukan uang Rp 75 juta yang dibungkus koran. Adapun, total uang yang diterima Nisa sebesar Rp 3 miliar dan Rp 75 juta.

“Terdakwa menerima uang dari Hambit dan Cornelis sebesar Rp 75 juta dan Rp 3 miliar untuk Akil,” ujar Jaksa.

Nisa dianggap melanggar Pasal 12 huruf c, Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atas dakwaan itu, Nisa dan tim penasehat hukumnya akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Rorotan, KPK Sebut Selisih Harga Lahan dari Makelar sampai Rp 400 M

Kasus Rorotan, KPK Sebut Selisih Harga Lahan dari Makelar sampai Rp 400 M

Nasional
Masyarakat yang Mau Perbaiki Polri Bisa Daftar Jadi Anggota Kompolnas 2024-2028

Masyarakat yang Mau Perbaiki Polri Bisa Daftar Jadi Anggota Kompolnas 2024-2028

Nasional
Mendagri Minta Pemda Maksimalkan Dukungan Sarana-Prasarana Pilkada 2024

Mendagri Minta Pemda Maksimalkan Dukungan Sarana-Prasarana Pilkada 2024

Nasional
Jokowi Nyatakan Belum Ada Rencana DOB Meski 300 Kabupaten/Kota Mengajukan Pemekaran

Jokowi Nyatakan Belum Ada Rencana DOB Meski 300 Kabupaten/Kota Mengajukan Pemekaran

Nasional
Jokowi Resmikan Fasilitas Pendidikan di Kalteng, Pembangunannya Telan Biaya Rp 84,2 M

Jokowi Resmikan Fasilitas Pendidikan di Kalteng, Pembangunannya Telan Biaya Rp 84,2 M

Nasional
Kunker ke Jatim, Wapres Bakal Tinjau Pabrik Pengolahan Limbah B3 dan Kunjungi Ponpes

Kunker ke Jatim, Wapres Bakal Tinjau Pabrik Pengolahan Limbah B3 dan Kunjungi Ponpes

Nasional
Pemerintah Sebut Data PDN yang Diretas Tak Bisa Dikembalikan

Pemerintah Sebut Data PDN yang Diretas Tak Bisa Dikembalikan

Nasional
ICW Nilai Kapolda Metro Tak Serius Tangani Kasus Firli

ICW Nilai Kapolda Metro Tak Serius Tangani Kasus Firli

Nasional
Rivan A Purwantono Sebut Digitalisasi sebagai Instrumen Pendukung Kepatuhan Pajak Kendaraan Bermotor

Rivan A Purwantono Sebut Digitalisasi sebagai Instrumen Pendukung Kepatuhan Pajak Kendaraan Bermotor

Nasional
Jokowi Enggan Biayai Food Estate Pakai APBN Lagi

Jokowi Enggan Biayai Food Estate Pakai APBN Lagi

Nasional
Paus Fransiskus Dijadwalkan Bertemu Jokowi September, Ini Agendanya...

Paus Fransiskus Dijadwalkan Bertemu Jokowi September, Ini Agendanya...

Nasional
Kemenag Wajibkan ASN-nya Cegah Judi 'Online', Yang Bermain Kena Sanksi

Kemenag Wajibkan ASN-nya Cegah Judi "Online", Yang Bermain Kena Sanksi

Nasional
Ambulans Disetop Karena Rombongan Jokowi Lewat, Istana Minta Maaf

Ambulans Disetop Karena Rombongan Jokowi Lewat, Istana Minta Maaf

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Helfi Assegaf Jadi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim

Mutasi Polri, Brigjen Helfi Assegaf Jadi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim

Nasional
Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com