Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Tak Lagi Urusi Imigran yang Hendak ke Australia

Kompas.com - 28/11/2013, 17:19 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Polri memutuskan kerja sama dengan Pemerintah Australia dalam tiga hal menyikapi penyadapan yang dilakukan intelijen negeri kanguru itu kepada sejumlah pejabat Indonesia. Salah satu kerja sama yang dihentikan ialah rumah detensi bagi para imigran gelap yang ingin menuju Australia.

"Kapolri (Jenderal Pol Sutarman) menjelaskan bahwa pihak Mabes Polri menghentikan kerja sama tukar-menukar informasi di bidang intelijen, transnational crime, dan counter terrorism. Salah satu program yang dihentikan adalah detention center yang dikelola Polri untuk menampung imigran gelap tujuan Australia," ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq saat menjelaskan hasil rapat gabungan di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (28/11/2013).

Komisi I DPR hari ini melakukan rapat gabungan tertutup dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Pertahanan Purnono Yusgiantoro, Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman, Kepala Lembaga Sandi Negara Mayor Jenderal Djoko Setiadi, dan Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman. Pembahasan rapat tertutup ini untuk menindaklanjuti kabar penyadapan Australia.

Sutarman menjelaskan, pemutusan kerja sama itu sama sekali tidak merugikan Indonesia. Bahkan, menurutnya, dengan penghapusan tempat detensi imigran gelap, pemerintah tak perlu lagi repot mengurusi imigran yang hendak menuju Australia.

"Ini positif karena orang cari suaka bisa langsung ke sana, tidak perlu lagi ke di sini. Kalau mereka masuk wilayah hukum kita, akan kita tindak," ucap Sutarman.

Seperti diberitakan, Perdana Menteri Australia Tony Abbott sudah membalas surat yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyikapi aksi penyadapan. Presiden Yudhoyono menyampaikan, ada tiga substansi surat yang diterima dari Abbott.

Pertama, Pemerintah Australia menyatakan ingin terus menjaga dan melanjutkan hubungan bilateral kedua negara yang sesungguhnya pada dewasa ini berada dalam keadaan yang kuat dan berkembang. Kedua, komitmen PM Australia bahwa Australia tidak akan melakukan sesuatu pada masa depan yang akan merugikan dan mengganggu Indonesia.

Ketiga, kata Presiden, PM Australia setuju dan mendukung usulan Presiden Yudhoyono untuk menata kembali kerja sama bilateral, termasuk pertukaran intelijen dengan menyusun protokol dan kode etik yang jelas, adil dan dipatuhi.

Pada kesempatan itu, Presiden mensyaratkan pembentukan protokol dan kode etik kerja sama Indonesia dan Australia untuk mengatur hubungan kedua negara pada masa depan setelah terungkapnya aksi penyadapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com