Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perppu Rentan Dibatalkan, Pengawasan MK Harus Diatur UUD

Kompas.com - 07/10/2013, 14:35 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan pemerintah Pengganti undang-undang (Perppu) terkait wewenang, seleksi, persyaratan dan pengawasan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai rentan dibatalkan. Seharusnya, penguatan dilakukan melalui amandemen konstitusi UUD 1945 terkait MK.

"Perppu itu rentan ditinjau. Yang aman, pengaturan dilakukan dengan perubahan konstitusi yang mengatur soal MK," ujar Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, saat dihubungi, Senin (7/10/2013).

Ia mengatakan, dengan pengaturan soal wewenang, terutama pengawasan hakim konstitusi, tidak ada lagi perdebatan, apalagi pembatalan wewenang pengawasan terhadap MK. Tetapi, dia mengakui, saat ini dibutuhkan peraturan yang dapat segera diterbitkan untuk dapat mengawasi MK.

Menurutnya, perppu dapat menjadi alternatif yang jitu dalam mengatur hal-hal terkait dengan MK.

"Dalam keadaan yang darurat seperti ini, di mana ada situasi yg penting, mendesak, perppu bisa diterapkan untuk membersihkan MK ini. Secara teoritik perppu dimungkinkan saja," lanjut Suparman. 

Ia mengungkapkan, harus ada terobosan hukum yang tidak melanggar hukum untuk membersihkan MK.

"MK ini harus kita selamatkan. Hakim-hakimnya sih, kalau memang terbukti salah, ya digulung saja," katanyaa.

Sebelumnya, Suparman mengatakan, pengawasan terhadap MK tidak dapat diatur dalam undang-undang (UU). Pasalnya, MK sudah pernah membatalkan norma hukum wewenang KY untuk mengawasi hakim MK pada tahun 2006 lalu.

"Putusan MK itu kan sederajat dengan konstitusi. Kalau ada lagi UU yang melanggar putusan itu, ini sama saja kita main kucing-kucingan dalam hukum," katanya, Kamis (3/10/2013) lalu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan akan segera membuat peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk dalam kaitannya dengan seleksi hakim Mahkamah Konstitusi.

Menurut Presiden, langkah itu dilakukan dalam rangka untuk merespon krisis yang terjadi di lembaga tinggi negara itu sehubungan dengan tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi pemberantasan Korupsi (KPK).

"Bagaimanapun, MK memiliki keputusan yang mutlak dan final dan keputusannya harus dilaksanakan oleh semua pihak. Memahami semua hal yang terjadi saat ini, saat ini perlu dijalankan agenda dan langkah penyelamatan MK,” ujar Presiden, Sabtu (5/10/2013).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com