Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembahasan RUU Pilpres Akhirnya Dihentikan

Kompas.com - 03/10/2013, 18:21 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya menghentikan proses pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden. Penghentian pembahasan dilakukan karena satu pasal terkait presidential treshold (PT) masih belum menemukan titik temu. Padahal, pembahasan revisi UU Pilpres ini sudah berjalan lebih dari 1,5 tahun.

Di dalam rapat pleno Baleg DPR yang ketujuh kalinya ini, sembilan fraksi masih pada sikap sebelumnya. Lima fraksi menolak adanya revisi, seperti Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.

Sementara empat fraksi lainnya, yaitu Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, mendukung adanya revisi dan perubahan dalam PT.

Akibat tak menemukan titik temu, perdebatan sengit sempat terjadi antara kedua kelompok itu. Anggota Fraksi PPP di Baleg, Ahmad Yani, bersikeras bahwa proses pengambilan keputusan kelanjutan pembahasan RUU Pilpres harus dilakukan di paripurna. Demikian pula dengan Fraksi Partai Hanura. Sementara Fraksi Partai Gerindra meminta ada opsi tentang pasal PT sebagai salah satu syarat mengajukan calon presiden pada sidang paripurna DPR.

Fraksi Partai Golkar menilai keputusan harus diambil di Baleg, bukan forum paripurna. "Sesuai tata tertib, kalau ini kan kita belum ada rancangannya sehingga diputuskan di Baleg bukan di paripurna," imbuh anggota Fraksi Partai Golkar, Ali Wongso.

Ketua Baleg Ignatius Mulyono yang memimpin jalannya rapat ini pun membenarkan pernyataan Ali. Hal ini kemudian tidak bisa diterima oleh Fraksi PPP dan Fraksi Hanura yang kemudian lebih memilih walk out. "Ini sudah inkuntisional!" tukas Ahmad Yani geram sambil berjalan keluar ruang rapat.

Saking berangnya, Yani pun sampai terselip lidah saat menyebutkan kata inkonstitusional. Sementara dua fraksi pendukung revisi lainnya tetap bertahan di dalam untuk meminta keberatan kedua fraksi ini ditulis saat Ketua Baleg membacakan hasil rapat di forum paripurna.

"Supaya kami tidak dianggap menghambur-hamburkan uang rakyat. Kami tak menafikan usaha kita membahas ini sekitar 1,5 tahun, menggunakan anggaran negara, sudah kunker ke luar kota. Namun, untuk pasal tentang PT, kami masih belum sepakat dan tolong dicatat sebagai keberatan dari fraksi kami," ungkap anggota Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat.

Setelah dua fraksi ini menyampaikan keberatannya, Baleg pun akhirnya sepakat bahwa revisi UU Pilpres dihentikan pembahasannya. Keputusan ini akan dibacakan dalam forum rapat paripurna mendatang.

Ignatius Mulyono menuturkan, penghentian pembahasan revisi UU Pilpres berarti seluruh pasal yang sempat dibahas tidak berlaku lagi. Pemilu 2013 tetap menggunakan Undang-Undang Pilpres yang sudah ada.

Jika ada aturan tambahan yang diperlukan untuk menyesuaikan UU Partai Politik dan UU Pemilu yang sudah direvisi terlebih dulu, kata Mulyono, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu bisa mengaturnya dalam peraturan KPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com