Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidupkan Lagi Wacana Pindah Ibu Kota, SBY Serius atau Reaktif Saja?

Kompas.com - 12/09/2013, 08:28 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiba-tiba menyinggung kembali wacana lama pemindahan ibu kota dari Jakarta. Para pengamat menilai lontaran Presiden ini merupakan sikap reaktif saja, dibanding memunculkan wacana lama yang sudah digarap lebih baik.

"Berkunjung ke Astana, lalu memberikan perhatian (soal wacana pemindahan ibu kota). Padahal secara substansi tidak ada kemajuan, hanya mengulang ide-ide lama yang masih terbatas itu," ujar pengamat kebijakan publik, Andrinof Chaniago, ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (12/9/2013).

Lontaran Presiden yang tiba-tiba bicara lagi soal wacana pemindahan ibu kota memang disampaikan setelah kunjungan kenegaraan ke Kazakhstan. Astana merupakan ibu kota baru negara di Asia Tengah tersebut sejak 1997.

Beberapa tahun lalu, kata Andrinof, Presiden juga sudah pernah memunculkan wacana pemindahan ibu kota, sebagai bagian dari "keprihatinan" atas kondisi Jakarta. Saat itu, ada tiga alternatif yang disebut Presiden, yakni pembenahan sarana dan prasarana transportasi di Jakarta, pemisahan pusat pemerintahan dan ekonomi, atau pemindahan ibu kota secara menyeluruh ke tempat baru.

Namun, kecam Andrinof, tak pernah ada tindak lanjut dari ketiga opsi yang disebut Presiden itu sampai kunjungan ke Astana. "Menunjukkan SBY adalah orang yang hanya reaktif, tapi tidak pernah menindaklanjuti sesuatu ide yang penting dan serius," kata dia.

Pendapat senada disampaikan oleh Agus Pambagyo, juga pengamat kebijakan publik. Menurut Agus, sejak berakhirnya era Soekarno sampai sekarang, pemindahan ibu kota hanya sebatas wacana. "Pindah ke mana? Palangkaraya? Kalau sekadar wacana, tidak perlu dibahas," ujarnya.

Dimuat dalam situs www.presidenri.go.id, SBY mengaku menyaksikan sebuah kota yang ideal saat berkunjung ke Astana. Dia melihat suasana kota yang sangat khas dengan arsitektur yang luar biasa, teratur, dan desain yang bagus.

Memang penting, asal bukan wacana saja

Terlepas dari sikap Presiden yang dinilai hanya reaktif, baik Andrinof maupun Agus berpendapat pemisahan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi memang sangat baik untuk dilakukan. Sebisa mungkin, menurut mereka, harus dilakukan.

Agus mengatakan, selama anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memadai dan negara sanggup membiayai pemindahan ibu kota, pemindahan ibu kota harus dilakukan. Dia berpendapat pemindahan ibu kota akan mendorong pemerataan pembangunan dan penduduk. "Bangun infrastrukturnya, masyarakat akan pindah mengejar 'gula' yang diciptakan," papar dia.

Sementara itu, Andrinof menilai bahwa pemisahan ataupun pemindahan ibu kota memang membutuhkan biaya yang besar. Namun, tidak memisahkan ataupun memindahkan ibu kota, yaitu dengan tetap membiarkan Jakarta seperti saat ini, juga akan memberikan kerugian yang besar. "Kesesakan yang kemudian menimbulkan dampak-dampak yang lain, kemacetan, kekumuhan, dan keterbatasan sumber air," kata dia.

Masih dari situs kepresidenan, SBY mengaku telah lama memikirkan wacana pemisahan ibu kota, setidaknya dalam empat atau lima tahun terakhir. Presiden pun menyebutkan beberapa negara yang menurutnya sukses memisahkan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi.

Pemindahan ibu kota menurut Presiden akan memberikan dampak positif dan negatif. Namun, Presiden berkeyakinan Jakarta akan menjadi kota yang lebih baik. Bila ibu kota dipindah, kata Presiden, maka Jakarta akan tetap berfungsi sebagai pusat ekonomi dan perdagangan.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com