Kepastian mengenai hal tersebut sudah dinyatakan Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo. Kalaupun ada pembahasan soal capres, menurut Tjahjo, adalah forum usulan nama atau kriteria capres, yang akan disampaikan dalam forum tertutup kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Namun, sejak jauh hari sebelum rakernas ini digelar, sejumlah survei sudah mengunggulkan Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta yang juga adalah kader PDI Perjuangan, sebagai capres "idaman" rakyat. Selain dia, nama Megawati juga masih menjadi salah satu tokoh yang mendominasi beragam survei itu.
Sementara dalam banyak kesempatan, Megawati sudah menyiratkan keinginannya mendorong kader muda tampil menjadi pemimpin. Salah satu kesempatan itu adalah saat dia menjadi juru kampanye bagi pasangan Bambang DH dan Said Abdullah menjelang Pemilu Gubernur Jawa Timur.
"Tentu, saya sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, ketika kami menerjunkan mereka di pilkada, saya menurunkan mereka, anak-anak muda yang saya tahu persis mereka bisa jadi pemimpin," kata Megawati saat itu, di Lapangan Flores, Gubeng, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (23/8/2013).
Cerita soal Jokowi pun mengalir dari tutur Megawati dalam kampanye tersebut. Dia mengaku memilih Jokowi karena melihat kemampuan mantan Wali Kota Surakarta itu untuk memimpin provinsi sekaliber DKI Jakarta. "Saya tahu, dia anak muda yang bisa memimpin nanti, makanya saya masukkan dia ke Ibu Kota," ungkapnya.
Adik Megawati, Guruh Soekarnoputra, di sela-sela acara Rakernas 2010 lalu juga mengungkapkan bahwa sang kakak sudah lelah dan tak ingin maju lagi menjadi capres. Namun, katanya, masih ada sejumlah pengurus daerah yang memaksa agar Megawati tetap maju.
Pengamat politik dari Pol-Tracking Institue, Arya Budi, melihat inilah saatnya PDI Perjuangan mencalonkan Jokowi sebagai capres. Memasang kembali Megawati sebagai capres sama saja dengan tindakan bunuh diri.
“Artinya, akan blunder bagi PDI-P jika mewacanakan Megawati atau di luar Jokowi. Apalagi pewacanaan Jokowi sebagai capres memberi insentif elektoral karena elektabilitas juga terkatrol,” ungkap Arya.
Jokowi...
Jika Megawati tidak maju menjadi capres, saat ini baru figur Jokowi yang benar-benar mencuat dari internal partai. Beragam survei mendapatkan perolehan suaranya melampaui tokoh-tokoh senior, termasuk Megawati. Tokoh lain yang tersalip antara lain Prabowo Subianto, Abruizal “Ical” Bakrie, Jusuf Kalla, dan Wiranto.
Namun, dalam berbagai kesempatan Jokowi selalu mengelak bila ditanya soal kesiapannya maju sebagai capres. Memang, tak pernah ada penolakan juga. Setiap kali ada pertanyaan soal capres, dia mengelak menjawab, dengan mengatakan masih fokus mengurus Ibu Kota. Urusan capres, ujar dia berikutnya, silakan ditanyakan saja kepada Megawati.
Entah pesan apa yang hendak disampaikannya, Kamis (5/9/2013), Jokowi bereaksi berbeda ketika ditanya hal yang sama soal pencapresan. Bukan dengan kata-kata, melainkan dengan postur tubuh sikap sempurna. Wartawan kembali mengejar-ngejar dia, setelah PDI Perjuangan mendeskripsikan syarat capres yang mereka inginkan.
Bagi pengurus partai di daerah, Jokowi mendapat penilaian positif karena dianggap membantu kerja partai. Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumatera Selatan MA Gantada mengatakan, Jokowi kini sudah bertransformasi dari tokoh daerah menjadi tokoh nasional. Sosok Jokowi tak hanya dikenal di Solo dan Jakarta, tetapi hingga pelosok Sumatera Selatan. “Jokowi layak jual. Dia bisa membantu kerja partai di daerah,” imbuh Gantada.
Eman Sulaeman Nasim, pengajar FISIP Universitas Indonesia dan Direktur Indonesia Channel, berbagi pendapat seputar melesatnya popularitas Jokowi. Mencuatnya nama Jokowi, menurut dia, merupakan bukti bahwa masyarakat saat ini membutuhkan figur pemimpin yang benar-benar mau bekerja dan melayani rakyat serta bangsa dan negara.Bagi rakyat sekarang, lanjut Eman, yang dibutuhkan bukanlah pemimpin yang pandai bicara di layar kaca televisi, yang mengaku pahlawan dan penyelamat bangsa, tetapi kenyataannya no action talk only. "Butuh pemimpin yang melayani rakyat, bukan minta dilayani," tegas dia.