Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denny Indrayana: Ada Kesalahpahaman soal Hak-hak Napi

Kompas.com - 12/07/2013, 14:22 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana berpendapat ada pemahaman yang keliru terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 yang memperketat pemberian hak remisi, asimilasi, dan bebas bersyarat kepada narapidana kasus terorisme, narkotika, dan korupsi.

PP tersebut diduga salah satu pemicu kerusuhan di Lembaga Permasyarakatan Klas I, Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara. Warga binaan, khususnya yang terkait narkotika, kata Denny, menganggap pengetatan berlaku untuk semua napi kasus narkotika.

"Di lapangan ada yang disinformasi sedikit, terutama (pengetatan) narkotika berlaku seluruh kasus. Para pemakai, korban tetap dapat remisi tanpa pengetatan. Yang diperketat itu bandar (narkoba)," kata Denny seusai rapat koordinasi di Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Jumat ( 12/7/2013 ).

Rapat tersebut diikuti Menteri Polhukam Djoko Suyanto, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai.

TRIBUN MEDAN / DEDY SINUHAJI Polisi melakukan penjagaan di saat petugas pemadam kebakaran memadamkan api yang melumat bangunan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Tanjung Gusta, Medan, Kamis (11/7/2013) malam. Lapas diduga dibakar sekelompok narapidana akibat adanya pemadaman listrik dan matinya air PDAM dalam Lapas.


Denny mengatakan, pemahaman yang keliru bisa menjadi masalah. Seperti di Lapas Tanjung Gusta, kata dia, ada 1.700 napi kasus narkotika yang tergolong pemakai. Adapun napi yang tergolong bandar hanya 69 orang.

Denny kembali menegaskan bahwa PP itu dibuat agar tidak ada lagi remisi, asimilasi, dan bebas bersyarat kepada napi tiga kasus tersebut yang mudah diberikan. Selama ini, publik mengkritik obral remisi, asimilasi, dan bebas bersyarat untuk napi koruptor. Agar efek jera betul-betul dapat ditegaskan, ucap Denny.

Djoko mengatakan, meski ada informasi salah satu pemicu kerusuhan lantaran PP 99/2012 , perlu dilakukan investigasi mendalam untuk memastikan latarbelakang kerusuhan. Info lain, pemicunya adalah matinya aliran listrik hingga pasokan air bersih terhenti. Akhirnya, para napi mengamuk dan melakukan pembakaran gedung perkantoran.

Makanya terjunkan investigasi dari Polri untuk selidiki apa motif, latarbelakang kejadian secara mendalam. Tentu tidak sedekar ada listrik mati, tidak ada air, napi marah, bukan. Apakah ada niatan para napi (membuat kerusuhan) soal PP itu dan sebagainya, itu termasuk tugas tim penyelidik, kata Djoko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com