Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disahkan Juga Setelah 1 Dekade, RUU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

Kompas.com - 10/07/2013, 07:38 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, setelah hampir satu dekade mangkrak. RUU ini kemudian juga telah disahkan menjadi Undang-Undang, dalam sidang paripurna, Selasa (9/7/2013).

“UU ini hadir untuk penguatan UU Kehutanan, di mana UU Kehutanan ini tidak ada yang bisa menjerat pelaku perusakan hutan secara terkoordinasi yang dilakukan oleh korporasi,” kata Wakil Ketua Komisi IV Firman Subagyo, di kompleks parlemen, Selasa (9/7/2013). Dalam UU yang baru disahkan, sanksi terhadap pelaku perusakan lebih tegas dibandingkan UU Kehutanan.

Firman menuturkan UU ini sudah memasukkan kerja sama bilateral terkait pencurian hasil hutan. “Misalnya, kayu dicuri dibawa ke Malaysia dan China, kita bisa minta bantuan interpol untuk menangkap," kata politisi Golkar ini. Menurut dia, sekarang banyak pelaku pencurian kayu yang tinggal di luar negeri, tak pernah terjerat hukum, karena tidak ada kerja sama bilateral.

Untuk pelaku korporasi, bukan perorangan

UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, lanjut Firman, memang dirancang untuk menjerat korporasi pelaku perusakan. "Bukan (menjerat) orang per orang," ujar dia.

Karenanya, keberadaan masyarakat adat di hutan juga tak akan disingkirkan dan tidak pula mereka disebut merusak hutan. “Mereka boleh menebang kayu untuk hidup sehari-hari dan kegiatan sosial dan bukan untuk kepentingan komersial. Kalau untuk kepentingan pribadi, harus meminta izin kepada pejabat berwenang agar lebih terkontrol,” imbuh Firman.

UU ini telah dinisiasi DPR sejak 2005. Perbedaan pendapat antara Pemerintah dan DPR, menyebabkan pembahasannya mandek. Salah satu perdebatan pemicu tertundanya UU ini adalah soal perlu atau tidaknya badan independen untuk menangani pembalakan liar di Indonesia.

Dalam UU yang telah disetujui di paripurna DPR ini, diamanahkan pembentukan sebuah lembaga pengawas. Lembaga tersebut merupakan gabungan dari kejaksaan, kepolisian, pemerintah, dan masyaraka sipil.

“Selama ini Kementerian tidak melakukan tindakan karena ada kerja sama dengan oknum, penambangan liar, dan lahan sawit. Lembaga ini mengadopsi lembaga di Brasil, ada (keterlibatan) empat unsur, (yaitu) kepolisian, kehutanan, kejaksaan, dan masyarakat (pakar hukum)," papar Firman. Tak hanya di tingkat pusat, dia mengatakan lembaga ini juga bisa membentuk satuan tugas di daerah yang memiliki kerawanan pembalakan hutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com