Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilihan Calon Presiden Hanya Sedikit

Kompas.com - 05/07/2013, 09:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden alternatif diperkirakan sulit muncul jika syarat pencalonan presiden tidak diubah. Masyarakat tidak akan memiliki banyak pilihan karena kemungkinan bursa pencalonan presiden didominasi tokoh-tokoh lama.

Rabu lalu, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perubahan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden di Badan Legislatif DPR yang telah berlangsung selama enam masa sidang menemui jalan buntu. Lima fraksi dari partai politik besar di DPR menyatakan, UU itu tidak perlu diubah. Karena itu, Pilpres 2014 kemungkinan tetap mengacu pada UU No 42/2008.

Dalam UU No 42/2008 disebutkan, hanya parpol atau gabungan parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh minimal 25 persen suara sah nasional yang dapat mengajukan capres-cawapres.

Dengan syarat itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow di Jakarta, Kamis (4/7), memperkirakan, Pilpres 2014 hanya akan diikuti maksimal empat pasang capres-cawapres. ”Dengan syarat itu, sangat mungkin calon yang akan muncul adalah figur-figur lama,” katanya.

Tokoh-tokoh lama itu pun, menurut Jeirry, kemungkinan merupakan tokoh yang sudah terbukti tidak mampu memberikan perubahan signifikan bagi perkembangan demokrasi. Mereka juga disangsikan dapat memperbaiki kesejahteraan rakyat.

Jika DPR batal merevisi UU No 42/2008, lanjutnya, hal itu mengecewakan publik. Saat ini, masyarakat membutuhkan figur calon pemimpin alternatif yang mungkin muncul jika syarat pencalonan presiden lebih ringan.

Calon alternatif

Jeirry dan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini secara terpisah menilai, sikap mayoritas fraksi yang menolak merevisi UU No 42/2008 itu merupakan upaya menjegal munculnya calon alternatif. Titi berpendapat, ketakutan parpol menurunkan syarat pencalonan presiden disebabkan kelangkaan tokoh yang mengakar di masyarakat.

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar, Taufiq Hidayat, mengatakan, sikap mayoritas fraksi yang tidak menginginkan perubahan UU lebih didasarkan pada pengalaman pemilu sebelumnya. ”Ini sudah dijalankan dalam pilpres lalu. Jadi, sebenarnya sudah ada presedennya. Kalau aturan main, kan, lebih baik sesuai preseden saja,” kata Taufiq. Menurut dia, perolehan suara parpol dalam Pemilu 2009 tidak bisa dijadikan acuan.

Peneliti senior Pol-Tracking Institute, Tata Mutasya, berharap parpol mengajukan calon baru untuk Pilpres 2014. Capres-cawapres yang dinilai sebagai tokoh alternatif harus sering dimunculkan ke publik dan itu dimulai sejak sekarang.

Jika tidak, parpol akan rugi karena ada kecenderungan masyarakat mulai bosan dengan tokoh-tokoh lama. Ditambah lagi beberapa parpol telah memunculkan capres alternatif yang kira-kira diminati masyarakat.

Tata mencontohkan, jika PDI-P tidak mencalonkan Joko Widodo, kemungkinan Partai Demokrat dapat diuntungkan dengan menyodorkan caleg alternatif, seperti Pramono Edhie.

Wakil Ketua Majelis Tinggi Demokrat Marzuki Alie berujar, calon Demokrat akan ditentukan dalam konvensi.

Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, dan pengajar Politik FISIP Universitas Indonesia, Iberamsjah, secara terpisah mengatakan, sosok presiden 2014-2019 harus memiliki kepemimpinan kuat, visi besar kemajuan, dan mampu mendorong perubahan mendasar bagi bangsa ini.

Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan, berdasarkan beberapa kali survei dapat disimpulkan, kriteria capres yang paling dibutuhkan masyarakat adalah berintegritas, disusul memiliki kapabilitas.
(nta/ryo/iam/ato/k06)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Nasional
    Anggota DPR-nya Minta 'Money Politics' Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

    Anggota DPR-nya Minta "Money Politics" Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

    Nasional
    Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

    Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

    Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

    Nasional
    Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

    Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

    Nasional
    Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

    Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

    Nasional
    Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia 'Tidak Layak Pakai'

    Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia "Tidak Layak Pakai"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com