Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala Daerah Harus lewat Pemilu

Kompas.com - 24/06/2013, 11:46 WIB

Oleh Ramlan Surbakti

Pembahasan RUU Pilkada antara pemerintah dan DPR belum menemukan titik temu, di antaranya mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah.

Semula pemerintah mengusulkan gubernur dipilih oleh DPRD, sedangkan bupati dan wali kota dipilih melalui pemilu. Kini pemerintah berubah pikiran: gubernur dipilih melalui pemilu, tetapi bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD.

Tujuh fraksi berpandangan semua kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih melalui pemilu, sedangkan tiga fraksi mendukung usul pemerintah. Mengapa kepala daerah dan wakil kepala daerah daerah otonom provinsi, dan kepala daerah dan wakil kepala daerah daerah otonom kabupaten/kota harus dipilih melalui pemilu?

Pasal 18 Ayat (4), yang mengamanatkan kepala daerah provinsi dan kepala daerah kabupaten/kota dipilih secara demokratis, haruslah dipahami dalam kerangka desain kelembagaan negara berdasarkan UUD 1945. Khususnya tentang bentuk negara, susunan negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan daerah, dan proses pemilihan penyelenggara negara lembaga legislatif dan eksekutif, baik pada tingkat nasional maupun daerah. Pemahaman itu perlu dilakukan untuk membangun suatu negara yang menempatkan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan UUD.

Bentuk negara Indonesia adalah republik sehingga kepala negaranya disebut presiden. Selain bentuk negara yang republik, RI juga mengadopsi bentuk pemerintahan presidensial sehingga presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dipilih oleh rakyat melalui pemilu.

Menurut UUD 1945, tidak hanya presiden dan wakil presiden yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, tetapi juga anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Susunan negara RI adalah negara kesatuan, tetapi menjamin otonomi seluas-luasnya kepada daerah otonom provinsi dan daerah otonom kabupaten/kota. Karena presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan dipilih melalui pemilu, dan karena anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota juga dipilih melalui pemilu, maka kepala daerah otonom provinsi dan kepala daerah otonom kabupaten/kota juga harus dipilih melalui pemilu.

Jelas merupakan tindakan yang tak konsisten dengan bentuk pemerintahan presidensial kalau kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD lebih tepat diterapkan dalam bentuk pemerintahan parlementer. Sebab, kepala pemerintahan nasional dalam negara seperti ini juga tidak dipilih langsung oleh rakyat, tetapi oleh parlemen.

Jika UUD telah menggariskan keanggotaan DPRD dipilih oleh rakyat melalui pemilu, maka kepala daerah sebagai mitra DPRD dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang jadi kewenangan daerah otonom haruslah juga dipilih rakyat secara langsung melalui pemilu. Lebih tidak konsisten lagi kalau kepala daerah suatu jenis daerah otonom dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu, sedangkan kepala daerah jenis daerah otonom lainnya dipilih oleh DPRD.

Berdasarkan Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945, penyelenggaraan pemilihan umum merupakan urusan pusat (dalam hal ini KPU), dan karena itu anggaran pemilu bersumber dari APBN. Karena pemilihan kepala daerah juga termasuk pemilu, maka biaya penyelenggaraan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah haruslah bersumber dari APBN.

Salah satu tugas Mahkamah Konstitusi (MK), menurut Pasal 24C Ayat (1), adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Karena perselisihan hasil pemilu kepala daerah juga merupakan perselisihan hasil pemilu, maka tidak bisa lain MK-lah yang harus memutus perselisihan hasil pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah. Kalau pembuat undang-undang konsisten dengan desain kelembagaan negara menurut UUD 1945, maka segala improvisasi dan coba-coba hendaknya dihindarkan.

Penuh masalah?

Dua alasan dikemukakan pemerintah untuk mendukung usulnya agar kepala daerah provinsi dipilih oleh DPRD. Pertama, jumlah urusan otonomi lebih banyak di kabupaten/kota daripada di provinsi. Kedua, selain sebagai kepala daerah provinsi, gubernur juga akan diberi kewenangan sebagai wakil pusat di daerah. Karena itu, pemilihan gubernur oleh DPRD tidak hanya lebih tepat, tetapi juga lebih efisien.

Kedua argumentasi ini mengandung sesat berpikir. Kalau jumlah urusan provinsi sedikit, maka solusi atas permasalahan ini bukan di UU Pilkada, melainkan di UU Pemerintahan Daerah, yaitu menambah urusan daerah otonom provinsi. Alasan yang menyangkut wakil pusat juga tidak tepat karena dua hal. Pertama, yang memberikan kewenangan kepada gubernur untuk juga berperan sebagai wakil pusat di daerah bukan UUD, melainkan UU Pemerintahan Daerah. Kedua, pemberian tugas tambahan kepada kepala daerah provinsi tidak dapat menjadi alasan untuk mengubah mekanisme pemilihan dari pemilu menjadi pemilihan oleh DPRD.

Pemerintah juga berpandangan, pemilihan bupati dan wali kota tidak melalui pemilu, tetapi oleh DPRD karena terlalu banyak permasalahan dalam pemilihan bupati dan wali kota melalui pemilu. Dicontohkan: terlalu mahal, sering terjadi kekerasan, dan terlalu banyak gugatan hasil pilkada ke MK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com