Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Wakafkan Menterinya ke Presiden

Kompas.com - 12/06/2013, 18:09 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku pasrah dengan nasib para menterinya yang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Hal ini menyusul rencana dikeluarkannya PKS dari koalisi setelah menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Ya, kami ikut saja. Itu hak prerogatif Presiden, bukan partai," ujar Sekretaris Jenderal PKS Taufik Ridho di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/6/2013).

Sebaliknya, jika Presiden tetap menginginkan para menteri PKS tetap bertahan di kabinet, PKS tidak akan mempersoalkannya. "Silakan karena PKS sudah sejak lama mewakafkan para menterinya untuk mengabdi kepada negara," kata Taufik.

Setidaknya, ada tiga menteri dari PKS di KIB II. Mereka adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri, dan Menteri Pertanian Suswono. Hingga saat ini, sebut Taufik, belum ada komunikasi antara partai dengan para menteri terkait rencana pendepakan PKS dari koalisi.

"Belum ada komunikasi dengan menteri karena belum ada pernyataan resmi kan," ucapnya.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah menuturkan partainya menerima informasi sejak pekan lalu rencana pendepakan PKS dari koalisi. Seorang utusan Istana disebut-sebut sudah menghubungi salah seorang menteri dari PKS. Pesannya, Presiden SBY sudah meneken surat pengeluaran partai itu dari koalisi. Namun, secara tertulis, PKS masih belum menerima surat dari Presiden SBY.

Penyingkiran PKS dari koalisi merupakan dampak dari sikap partai itu yang menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Sikap PKS ini berbeda dengan pandangan partai-partai koalisi lainnya. Di dalam dua kali rapat Sekretariat Gabungan terakhir, PKS tidak hadir. Bahkan, pada rapat terakhir, PKS sengaja tidak diundang oleh koalisi.

Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarifuddin Hasan menyatakan, seluruh partai koalisi kecewa dengan sikap PKS. Syarief menyatakan bahwa di dalam code of conduct atau kontrak koalisi sudah jelas disebutkan sanksi bagi partai koalisi yang menentang kebijakan pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

    Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

    Nasional
    Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

    Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

    Nasional
    Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

    Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

    Nasional
    Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

    Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

    Nasional
    Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

    Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

    Nasional
    Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

    Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

    Nasional
    Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

    Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

    Nasional
    Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

    Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

    Nasional
    Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

    Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

    Nasional
    Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

    Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

    Nasional
    Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

    Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

    Nasional
    Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

    Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

    Nasional
    Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

    Nasional
    Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

    Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com