Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi KUHP Bersemangat Mundur

Kompas.com - 09/04/2013, 06:01 WIB
Ilham Khoiri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com  -Beberapa pasal dalam draft revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diajukan pemerintah justru bersemangat mundur, tidak relevan dengan semangat zaman, bahkan cenderung membatasi kebebasan berekspresi. Itu antara lain tercermin dalam aturan soal penghinaan pada presiden, santet, dan hidup bersama.

Advokat senior Todung Mulya Lubis, mengungkapkan kritik itu di Jakarta, Senin (8/4).

"Telaah ulang pasal-pasal itu dalam draft revisi KUHP. Jangan sampai nanti justru menimbulkan masalah baru, terutama membatasi kebebasan ekspresi warga negara," katanya.

Sebagaimana diberitakan, pemerintah telah menyerahkan rancangan undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kepada DPR per 11 Desember 2012. Rancangan itu memicu kontroversi, terutama soal pengaturan penghinaan kepada presiden (Pasal 265 dan 266), penyadapan (Pasal 300-303), soal komunisme (Pasal 212 dan 213), hingga soal santet (Pasal 293) dan hidup bersama (Pasal 485).

Menurut Todung Mulya Lubis, kita memang membutuhkan KUHP baru yang lebih relevan dengan semangat zaman, lebih modern, dan sesuai kebutuhan masyarakat. Namun, sejumlah pasal dalam draft revisi KUHP itu justru bersemangat lebih mundur dari semangat zaman sekarang. Sebut saja pasal soal penghinaan pada presiden, santet, dan hidup bersama.

Pasal penghinaan pada presiden semestinya tidak dimasukkan dalam revisi KUHP. Mahkamah Konstitusi (MK) sudah pernah membatalkan pasal itu beberapa waktu lalu karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Pasal santet sulit dibuktikan secara rasional, sementara hukum diproses dengan bukti-butki nyata, obyektif, dan rasional. Sementara soal hidup bersama semestinya merupakan domain pribadi yang tidak perlu diatur oleh negara. Revisi KUHP semestinya didasari semangat lebih maju untuk melindungi kebebasan warga. Konsep draft sekarang justru mengajak mundur.

Untuk itu, DPR diharap membuat produk undang-undang hukum pidana yang lebih rasional dan lebih responsif pada kebutuhan zaman. Jika diperlukan, masukkan aturan soal pencucian uang, kejahatan lewat kecanggihan teknologi informasi atau cyber crime. "Soal-soal baru itu jauh lebih perlu diatur ketimbang soal santet," katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com