Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jiwa Korsa Lahirkan Dendam Gerombolan

Kompas.com - 05/04/2013, 09:18 WIB
Edna C Pattisina

Penulis

KOMPAS.com — Almarhum Sersan Kepala Santoso bukan prajurit sempurna. Namun, ia punya teman-teman yang setia kepadanya walau ia sudah tidak ada. Kasus penyerbuan dan pembunuhan keji di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, adalah buktinya. Santoso dan teman-temannya ditempa latihan keras sebagai anggota Komando Pasukan Khusus dan sejumlah tugas operasi lapangan bersama. Kebersamaan itu membentuk jiwa korsa. Semangat yang selalu mengikat militer.

Tindakan 11 prajurit Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Jawa Tengah, sudah jelas salah. Mereka pun mengakui setelah diinvestigasi. Menurut Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigjen Unggul Yudhoyono, pada hari pertama tim investigasi bentukan TNI AD bekerja, sembilan dari 11 orang ini mengakui perbuatannya. ”Mereka menyerbu karena jiwa korsa,” kata Unggul.

Adalah prajurit berinisial U yang paling sakit hati. Santoso bukan cuma rekan satu satuan di Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan pernah menjadi atasannya. Santoso bahkan pernah menyelamatkan nyawa U yang terdesak dalam sebuah operasi lapangan sebagai prajurit Kopassus. U tidak lupa. Apalagi, anggota TNI Sersan Satu Sriyono, yang sehari setelah insiden di Hugo’s Cafe dibacok kelompok yang sama. Sriyono adalah teman satu angkatan pelatihan komando dengan U. Hampir selama setahun, mereka hidup bersama dalam suka dan duka sebagai tentara.

Hal yang paling membuat marah U adalah proses kematian Santoso. Sendirian ia harus menghadapi 10 orang di Hugo’s Cafe. Tidak hanya dipukuli, ditendangi, dan dipukul dengan botol minuman keras, tetapi saat terluka, Santoso juga diseret-seret dan akhirnya tewas. Kekejian ini mengusik jiwa korsa. Apalagi, Iin, istri Santoso di Palembang, Sumatera Selatan, tengah hamil delapan bulan anak pertama mereka.

Mendengar peristiwa ini, tiga orang yang sedang latihan militer di Gunung Lawu turun, masing-masing dengan membawa sepucuk AK-47. Senapan serbu itu digabung dengan dua AK-47 replika serta pistol sigsauer, juga replika. Dengan cara intelijen, yaitu bertanya-tanya kepada warga masyarakat yang menginformasikan ada konvoi mobil yang dikawal Brimob Polda DI Yogyakarta, kelompok ini mendapat kesimpulan LP Cebongan sebagai sasaran penyerbuan untuk balas dendam.

Dengan dua mobil, Toyota Avanza biru dan Suzuki APV hitam, mereka menyerbu LP Cebongan. Dua anggota Kopassus lain sempat berusaha mencegah dan mengejar dengan Daihatsu Feroza. Namun, mereka tidak tercegah dan penyerbuan tetap dilakukan. U menjadi eksekutor tunggal. Berbeda dengan cara Kopassus yang efisien dengan menembakkan satu peluru pada organ vital, seperti dada dan kepala, kali ini kebencian terlibat. Sebanyak 31 peluru dimuntahkan.

Unggul mengatakan, semua pelaku berpangkat tamtama dan bintara. Mereka terbuka juga terkait dengan barang bukti yang dimusnahkan. Seperti soal CCTV, para prajurit Kopassus yang menjadi tersangka ini mengakui, sebagian CCTV dibakar dan ada yang dibuang ke Sungai Bengawan Solo. ”Kami menemukan sisanya,” lanjut Unggul.

Terkait keterlibatan institusi atau pihak lain, Unggul menyatakan, sejauh ini bukti permulaan hanya mengarah kepada sembilan prajurit Kopassus. Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Rukman Ahmad menyatakan, dibukanya kasus ini secara gamblang adalah keinginan TNI AD untuk transparan kepada masyarakat.

Komitmen TNI AD dan terutama Kopassus untuk terbuka atas kekejian pembunuhan yang dilakukan prajurit Kopassus mendapat apresiasi. Pengamat militer, Andi Widjajanto, menilai, keterbukaan TNIAD ini menjadi indikator terbentuknya budaya militer baru yang tidak lagi menoleransi gerakan pasukan secara senyap di luar garis komando. Namun, harus ada rekonstruksi pemahaman jiwa korsa antarprajurit sehingga tidak bertabrakan dengan hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia. Jiwa korsa tidak lagi bisa menjadi alasan tindakan melawan hukum.

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, tidak hanya oleh TNI AD, tetapi juga seluruh bangsa, termasuk parlemen dan Kementerian Pertahanan, untuk menata TNI dalam sistem demokrasi yang menjadikan hukum sebagai acuan. Catatan khusus ditujukan kepada Polri untuk benar-benar menegakkan hukum terkait pelaku kekerasan, seperti premanisme, yang terkesan dibiarkan. Tidak hanya di Yogyakarta kesan ini hadir.

Baca juga:
Indonesia dalam Keadaan Bahaya
Kata Presiden, Negara Tidak Boleh Kalah

Rumah Pertobatan Dinodai Lumuran Darah ...

Sultan: Jangan Lagi Ada Kekerasan di Yogyakarta
Presiden: Penembakan di Sleman, Serangan Wibawa Negara

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Nasional
    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Nasional
    Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

    Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

    Nasional
    Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

    Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

    Nasional
    Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

    Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

    Nasional
    KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    Nasional
    TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

    TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

    Nasional
    KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

    KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com