Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/04/2013, 22:34 WIB
Tri Agung Kristanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Advokat, yang disusun sejumlah anggota DPR untuk mengubah UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dinilai ahistoris. RUU itu dianggap tidak menghargai sejarah, karena tidak mencantumkan perjuangan panjang dan kesepakatan delapan organisasi advokat untuk membentuk wadah tunggal advokat, yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

"Sejarah pembentukan wadah tunggal itu tercantum dalam UU Advokat yang berlaku saat ini, tetapi tak disinggung sama sekali dalam draf RUU Advokat," kata Jhonson Panjaitan, Sekretaris Jenderal Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), salah satu organisasi advokat pembentuk Peradi, dalam seminar tentang urgensi revisi UU Advokat yang diadakan Peradi di Jakarta, Rabu (3/4/2013).

Seminar dibuka oleh Sekretaris Jenderal Peradi, Hasanuddin Nasution. Selain Jhonson, pembicara yang tampil, adalah Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung, Prof Dr Romli Atmasasmita.

Selain ahistoris, Jhonson menilai draf RUU Advokat yang disusun sejumlah anggota DPR itu lebih buruk dibandingkan UU Nomor 18 Tahun 2003. Hal ini misalnya bisa dilihat dari konsideran "mengingat" dalam draf itu yang hanya mengacu pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Padahal, UU Advokat yang saat ini berlaku, selain mengacu pada UUD 1945, juga memperhatikan 11 UU lain yang terkait dengan profesi advokat. Draf RUU itu juga tidak memperhatikan perkembangan produk hukum yang terkait advokat, misalnya UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Jhonson mengakui, Peradi sebagai wadah tunggal advokat dan kepengurusan Peradi saat ini masih banyak kekurangan. Perhatian kepada anggotanya masih kurang, dan pembaharuan dalam tubuh organisasi itu belum terlihat. Namun, bukan berarti menyelesaikannya dengan membuat UU Advokat baru. Draf RUU Advokat itu harus ditolak.

Penolakan terhadap revisi UU Advokat juga disampaikan pengurus Peradi dari berbagai daerah. Jhonson pun mendorong pengurus Peradi untuk tegas bersikap. Bahkan, tak tertutup kemungkinan ribuan anggota Peradi turun ke jalan, menolak perubahan UU Advokat itu.

Romli menambahkan, draf RUU Advokat dari sejumlah anggota DPR itu lebih buruk dibandingkan UU Advokat yang saat ini berlaku. Draf RUU itu juga tidak jelas, apakah untuk menggantikan UU Nomor 18 Tahun 2003 atau merevisi. Naskah akademis dari draf RUU itupun tidak jelas. Padahal, sebuah RUU semestinya disusun berdasarkan naskah akademis lebih dahulu.

Menurut Otto, pengurus Peradi terus melakukan pendekatan dengan DPR untuk tidak memprioritaskan pembahasan revisi UU Advokat. Bahkan, jika memungkinkan tidak membahasnya sama sekali. Apalagi, sejumlah fraksi di DPR yang dihubungi Peradi pun mengakui, fraksinya tak pernah mengusulkan pembahasan perubahan UU Advokat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Nasional
Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Nasional
Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com