Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Nilai Susno Tidak Bisa Dieksekusi

Kompas.com - 08/03/2013, 13:31 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji tidak bisa dieksekusi. Sebab, dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi Jakarta, tidak terdapat kata-kata penahanan yang menguatkan putusan itu.

"Susno tak perlu dieksekusi. Itu kesalahan negara, jangan dibebankan ke Susno," ujar Yusril di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (8/3/2013).

Ia mengatakan, putusan Susno itu keluar sebelum adanya putusan MK tentang Pasal 197 KUHAP pada 22 November 2012. Putusan MK pun tidak berlaku surut sehingga hanya dapat diterapkan pada putusan setelah 22 November 2012. Menurutnya, putusan MK pun multitafsir. "Sesuai ketentuan, hanya berlaku ke depan, tidak berlaku surut. Putusan MK tidak mengubah keadaan sudah terjadi," katanya.

Hal ini sekaligus menanggapi pernyataan Ketua MK Mahfud MD yang mengatakan Yusril telah melindungi koruptor dengan menghalang-halangi eksekusi setelah adanya putusan MA yang menolak kasasi Susno. Menurut Mahfud, Susno harus segera dieksekusi.

Sebelumnya, Fredrich Yunadi selaku kuasa hukum Susno menilai kliennya tidak bisa ditahan. Ia mengatakan, putusan MA yang diterima 11 Februari 2013 hanya tertulis MA menolak kasasi terdakwa Susno dan membebankan biaya perkara Rp 2.500. Putusan MA tersebut juga tidak ada kata-kata menguatkan putusan pengadilan tinggi.

Hal ini menurutnya tidak merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 22 November 2012. Ia berdalih, putusan Susno tersebut terjadi sebelum tanggal 22 November 2012 sehingga batal demi hukum. "Tapi, itu kan berlaku setelah 22 November 2012. Sementara Pak Susno diputus Pengadilan Tinggi 2011 dan PN Jaksel 2010, sebelum ada putusan MK," tandasnya.

Untuk diketahui, putusan MK tersebut menyatakan sesuai Pasal 197 Ayat (2) KUHAP jika dalam putusan pengadilan yang tidak mencantumkan Pasal 197 ayat (1) huruf k, putusan tidak batal demi hukum. Pasal 197 Ayat (1) berbunyi perintah tahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan.

Tak hanya itu, Fredrich mengatakan, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta cacat hukum. Pasalnya dalam putusan itu ditulis nomor yang berbeda dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Putusan Pengadilan Tinggi batal demi hukum karena putusannya salah," ujarnya.

Putusan PN Jaksel bernomor 1260/pid.B/2010PN.Jkt.Sel pada 24 Maret 2011 berisi Susno terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Ia dijatuhkan hukuman pidana penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta subsider kurungan penjara 6 bulan. Susno pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pengadilan tinggi menolak banding dan memutuskan Susno tetap dipenjara 3 tahun 6 bulan. Namun, Fredrich mengatakan, dalam putusan Pengadilan Tinggi ditulis nomor dan tanggal yang salah. Dalam putusan itu, tertulis mengubah putusan Pengadilan Negeri jakarta Selatan Nomor 1288/Pid.B/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 21 Februari 2011.

"Putusan PN Jaksel yang terdakwa Pak Susno adalah Nomor 1260, tanggalnya 24 Maret 2011 sehingga putusan itu adalah putusan di luar putusan Pak Susno," terangnya. Namun, setelah dikeluarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 9 November 2011 lalu, Susno kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi pun ditolak.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Susno bersalah dalam dua perkara korupsi, yakni kasus penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Dalam kasus PT SAL, Susno terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangannya saat menjabat Kepala Bareskrim Polri dengan menerima hadiah sebesar Rp 500 juta untuk mempercepat penyidikan kasus tersebut.

Adapun dalam kasus Pilkada Jabar, Susno, yang saat itu menjabat Kepala Polda Jabar, dinyatakan bersalah memotong dana pengamanan sebesar Rp 4,2 miliar untuk kepentingan pribadi. Susno yang telah pensiun dari Polri Juli 2012 itu mengajukan banding, tetapi ditolak oleh Pengadilan Tinggi Jakarta sehingga dia tetap dihukum 3 tahun 6 bulan penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Nasional
    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Nasional
    Ganjar Bubarkan TPN

    Ganjar Bubarkan TPN

    Nasional
    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    Nasional
    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    Nasional
    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Nasional
    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Nasional
    Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Nasional
    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Nasional
    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Nasional
    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com