Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tommy Hindratno Dituntut Lima Tahun Penjara

Kompas.com - 28/01/2013, 19:38 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Tommy Hindratno dituntut hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp 50 juta yang dapat diganti kurungan selam dua bulan. Tommy dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan menerima uang Rp 280 juta dari James Gunarjo (advicer/staf pembukuan PT Agis Electronik) sebagai imbalan karena telah memberikan infomasi terkait proses penyelesaian restitusi pajak PT Bhakti Investama Tbk (PT BHIT).

Tuntutan ini dibacakan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (28/1/2013).

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor memutuskan terdakwa Tommy Hindratno terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua," kata jaksa Meidi Iskandar.

Menurut jaksa, Tommy terbukti menerima uang Rp 280 juta sebagai imbalan karena telah memberikan informasi terkait proses pengajuan klaim restitusi pajak PT BHIT senilai Rp 3,4 miliar sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan dicairkan pengembalian pajak sejumlah nilai tersebut. Padahal Tommy mengetahui kalau perbuatan itu bertentangan dengan kewajibannya sebagai pegawai Ditjen Pajak.

"Padahal selaku pegawai Ditjen Pajak, terdakwa seharusnya menjaga informasi agar tidak jatuh kepada pihak yang tidak tepat," kata jaksa Meidi.

Berdasarkan fakta persidangan, pemberian uang ini berawal saat James Gunarjo menghubungi komisaris PT BHIT Antonius Z Tonbeng yang menyampaikan kalau PT BHIT telah menerima restitusi pajak Rp 3,4 miliar pada 5 Juni 2012. Dari restitusi Rp 3,4 miliar tersebut, akan diambil Rp 340 juta dalam bentuk uang tunai untuk diberikan kepada Tommy senilai Rp 280 juta dan sisanya, Rp 60 juta diambil James. Kemudian, pada 6 Juni 2012, Tommy menelpon James dan sepakat untuk bertemu di Jakarta dalam rangka serah terima uang.

"Terdakwa berangkat dari Surabaya ke Jakarta. Begitu sampai di Bandara, terdakwa bertemu Hendi Anuranto, ayahnya dan bersama-sama naik taksi ke Rumah Sakit Saint Carolus, namun di jalan berubah pikiran dan menelepon James memintanya ke Hotel Haris, tapi karena di Hotel Haris ada CCTV maka pertemuan pindah ke restaurant rumah padang di Lapangan Ros, Tebet, Jakarta," kata jaksa.

Setelah sampai di Rumah Makan Padang, Tommy meminta James memberikan uang Rp 280 miliar yang dibungku dalam tas kertas hitam itu kepada ayahnya, Hendy.

"James kemudian menyerahkan tas hitam bertuliskan Lenor berisi uang Rp 280 juta tersebut dengan diletakkan di kaki kiri Hendy," tambah jaksa.

Setelah tas hitam diletakkan, Tommy menghampiri James. Keduanya kemudian tertangkap penyidik KPK saat meninggalkan rumah makan. Dalam kasus ini, James sudah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman tiga tahun enam bulan penjara. Sementara, Antonius masih berstatus sebagai saksi.

Dalam menyusun tuntutan Tommy, jaksa KPK mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Menurut jaksa, hal yang memberatkan Tommy, perbuatannya telah mencoreng nama Ditjen Pajak, tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi, dan Tommy tetap merasa tidak bersalah meskipun mengakui perbuatannya.

Sedangkan hal yang meringankan, Tommy bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan memberikan keterangan secara terus terang sehingga mempermudah pemeriksaan dalam persidangan. Atas tuntutan ini, pihak Tommy akan membacakan pledoi atau nota pembelaan dalam persidangan selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com