Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Primus Yustisio: Mulanya, Hambalang Ditolak Banyak Anggota DPR

Kompas.com - 10/01/2013, 22:57 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Primus Yustisio mengungkapkan, usulan penambahan anggaran proyek Hambalang sempat ditolak dan tidak dianggap sebagai prioritas oleh banyak anggota Komisi X DPR. Setidaknya itulah yang diketahui Primus saat dia masih menjadi anggota Komisi X pada awal 2010 hingga pertengahan September 2010.

Menurut Primus, saat itu banyak anggota DPR yang menilai lebih baik Kementerian Pemuda dan Olahraga fokus pada persiapan SEA Games 2011 ketimbang mengurus pembangunan pusat pelatihan olahraga Hambalang. "Banyak kawan-kawan di DPR yang tidak menyetujui," kata Primus di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (10/1/2013).

Dia selesai diperiksa KPK sebagai saksi terkait penyidikan Hambalang. Menurutnya, pemerintah memang mengajukan penambahan anggaran Hambalang dari semula Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun. Penganggaran itu diajukan dalam kontrak tahun jamak atau multiyears.

"Diawali dengan APBN 2010, APBN-P, dan APBN 2011," ujar Primus.

Selebihnya, pria yang dikenal sebagai aktor ini mengaku tidak tahu bagaimana prosesnya hingga pemerintah dan DPR menyetujui tambahan anggaran Hambalang dan mengubahnya dari kontrak tahun tunggal (single year) menjadi tahun jamak (multiyears) tersebut. Pasalnya, setelah 23 September 2010, Primus dipindahkan dari Komisi X ke Komisi I.

"Di bulan April soal Kemenpora mengajukan anggran 2,5 triliun ini, saya jelas katakan di sana, proyek hambalang itu tidak darurat. Tidak ada urgensinya. Jadi, yang harus diperhatikan adalah SEA Games," ucap Primus.

Suami Jihan Fahira itu pun mengaku tidak ingat siapa anggota DPR yang saat itu paling bersemangat mendorong anggaran Hambalang. Primus juga mengaku tidak tahu saat ditanya apakah ada ada upaya Partai Demokrat untuk mengegolkan proyek tersebut dengan melobi fraksi partai lain di DPR.

Sebelumnya, Ketua DPP Partai Demokrat I Gede Pasek Suardika seusai diperiksa KPK menegaskan, proyek Hambalang bukanlah bancakan Partai Demokrat. Pasek yang pernah menjadi anggota Komisi X DPR itu pun mengatakan kalau usulan penambahan anggaran Hambalang disetujui semua fraksi di DPR. Dia mengingatkan agar fraksi partai lainnya tidak cuci tangan begitu saja.

Dalam kasus Hambalang ini, KPK menetapkan dua tersangka. Mereka adalah mantan Menteri Pemuda dan Olaharga Andi Mallarangeng serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan keduanya.

Akibatnya, negara mengalami kerugian, sementara pihak lain diuntungkan. Terkait penganggaran Hambalang, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan indikasi pelanggaran undang-undang yang dilakukan Menpora dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.

Selengkapnya terkait perkembangan kasus ini dapat dibaca di "Skandal Proyek Hambalang"

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com