Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eva: Tak Perlu UU Penyadapan

Kompas.com - 27/11/2012, 12:18 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap anggota Komisi III DPR terpecah terkait wacana Rancangan Undang-undang Penyadapan. Wacana ini mengemuka menyusul adanya pemanggilan terhadap para mantan penyidik dan penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini sudah kembali ke kepolisian dan kejaksaan. Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari menilai, Undang-undang Penyadapan tidak diperlukan.

"Soal itu urusannya enggak usah Undang-undang ya, lebih kepada Standar Operational Procedure (SOP) yang harus dibuat karena putusan MK kan jelas soal HAM, maka harus sepengetahuan pengadilan. Ini kan final and binding yang harus diturutin, terus ngapain buat undang-undang khusus," ujar Eva, Selasa (27/11/2012), di Gedung Kompleks Parlemen, Senayan.

Eva mengatakan, pertemuan dengan mantan penyidik dan penuntut KPK bukan secara khusus membicarakan soal penyadapan. Kedatangan mereka lebih untuk mengeluhkan adanya favoritisme yang dilakukan para pimpinan KPK.

"Misalnya satu contoh, satu penyidik memulai kerja tapi begitu beralih ke penjemputan, jadi pindah ke Noval. Yang di penuntut umum juga demikian katanya sama. Tujuan mereka (Polri dan kejaksaan) enggak ada urusannya dengan penyadapan toh," kata Eva.

Oleh karena itu, ia mempertanyakan mengapa ide RUU Penyadapan ini tiba-tiba muncul. "Harus ada argumen kenapa isu ini muncul karena sejak awal, enggak ada urusan dengan curhat-curhatan ini," ucap Eva.

Ia menyadari bahwa persoalan penyadapan KPK ini mendapat resistensi banyak pihak. Sehingga jika isu ini kemudian muncul, Eva melihat adanya keinginan mempersulit dan mencabut hak penyadapan itu.

"Ada keinginan untuk mempersulit, ada keinginan untuk mengambil hak penyadapan dan sebagainya," ujarnya. 

Sebelumnya, Komisi III sempat mengundang para mantan penyidik KPK yang kini sudah kembali berdinas di kepolisian. Para mantan penyidik itu mengeluhkan adanya favoritisme di antara penyidik dalam hal penanganan perkara. Ada istilah "anak emas" dan "anak pungut" di antara sesama penyidik oleh Pimpinan KPK. Mantan penyidik KPK juga mengeluhkan cara kerja KPK yang kerap tidak sesuai prosedur seperti penetapan tersangka dan proses penyadapan. Kemarin, Komisi III juga memanggil mantan penuntut KPK.

Baca juga:
DPR Kembali Wacanakan Aturan Penyadapan di KPK
Abraham: Semua Penyidik Anak Emas

Eks Penyidik KPK 'Curhat' di DPR, Ini Tanggapan Kapolri
Ada Penyidik Anak Emas dan Anak Pungut di KPK
9 Eks Penyidik KPK Berkisah di DPR

Baca juga topik:
KPK Krisis Penyidik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com