Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menagih Janji Presiden ...

Kompas.com - 16/11/2012, 08:24 WIB

Oleh Asvi Warman Adam

Pada peringatan Hari Teknologi Nasional di Bandung, 30 Agustus 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, peraturan presiden tentang kenaikan tunjangan fungsional peneliti sudah rampung.

”Mudah-mudahan minggu ini bisa saya teken,” katanya. ”Pada bulan September, para peneliti sudah mendapatkan kesejahteraan yang lebih tinggi.”

Pada September 2012, janji itu belum terwujud. Pada Oktober juga belum ada kenaikan pendapatan peneliti. Tanggal 1 November 2012, gaji dan tunjangan sudah ditransfer ke rekening peneliti di Bank Mandiri. Ternyata belum ada kenaikan. Apakah Presiden belum membubuhkan tanda tangannya atau masih perlu sekian bulan bagi birokrasi di bawahnya mencairkan dana?

Kenaikan tunjangan fungsional peneliti yang signifikan terjadi pada 1983 ketika BJ Habibie menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi. Habibie satu-satu menteri yang peduli dengan kesejahteraan peneliti dan memiliki kedekatan dengan Presiden Soeharto. Kebijakan itu bisa terwujud. Pada 1983 tunjangan fungsional ahli peneliti utama Rp 900.000, dua kali lebih besar dari tunjangan pejabat tinggi eselon satu. Namun, dalam tempo 27 tahun kemudian sampai hari ini tunjangan itu hanya naik Rp 500.000 menjadi Rp 1,4 juta per bulan.

Rencana peningkatan kesejahteraan ini sudah diwacanakan dalam dua periode kepresidenan SBY. Pada periode sebelumnya, pada peringatan Hari Teknologi Nasional, 10 Agustus 2008, kenaikan tunjangan peneliti itu telah disebut Presiden. Pada pidato di depan Sidang Paripurna DPR 15 Agustus 2008, SBY juga mengulanginya kembali.

Dewasa ini gaji dan tunjangan seorang profesor riset, golongan IVE, yang sudah berdinas 30 tahun, sekitar Rp 5,5 juta. Jika terdapat kenaikan, tunjangan itu akan naik Rp 1.850.000 bagi peneliti utama/profesor riset. Bagi peneliti madya dan peneliti muda tentu kenaikannya jauh lebih rendah. Tentu sangat tidak layak bila dibandingkan dengan peneliti di negara maju, bahkan dengan Malaysia sekalipun (peneliti bergaji sekitar Rp 40 juta per bulan). Namun, yang ironis adalah ketimpangan gaji dan tunjangan di antara berbagai lembaga pemerintahan di Indonesia. Seorang profesor di perguruan tinggi memperoleh penghasilan lebih dari Rp 10 juta.

Bila kriteria penggajian pegawai negeri di Indonesia berdasarkan ”bobot tugas, tanggung jawab, dan nilai aset yang dikelola”, niscaya Kementerian Keuangan, termasuk Dirjen Perpajakan, yang menerima penghasilan terbesar. Apakah seorang peneliti yang menciptakan mobil listrik untuk menghemat energi (meski belum bisa dipasarkan besar-besaran) memiliki jasa yang rendah ketimbang seorang hakim yang memutuskan perkara di pengadilan?

Pentingnya penelitian

Rendah kepedulian terhadap penelitian, termasuk kebijakan penganggarannya yang kurang dari 1 persen APBN, tak lain ka- rena kurang pemahaman tentang pentingnya penelitian. Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pendorong kemajuan bangsa, ujar SBY, di Bandung, Agustus lalu. Namun, ucapan itu retorika belaka bila tidak didukung kebijakan dan realisasinya.

Masalah besar sekarang dalam persoalan energi tentu tak terjadi bila ada penelitian yang serius dan komprehensif tentang itu beserta langkah penyelesaian jangka pendek dan panjang. Ketika LIPI didirikan pada 1967, lokakarya internasional pertama diadakan mengenai ketahanan pangan. Tahun berikutnya dibahas sumber daya alam Indonesia yang diikuti dengan teknologi yang cocok menggarapnya. Sayang, penelitian yang dilakukan di Tanah Air umumnya bukan penelitian jangka panjang dan berkesinambungan.

Akar permasalahan ini pada hemat saya bisa ditelusuri pada UUD 1945 tentang pendidikan dan kebudayaan (Pasal 31 Ayat 5). Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi tentu tidak cukup melalui pendidikan, tetapi juga harus dengan penelitian. Pendi- dikan dan penelitian adalah dua unsur yang bisa dibedakan, tetapi sebetulnya tidak bisa dipisahkan dan saling mendukung.

Jadi, seyogianya UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4 diamendemen menjadi ”Negara memprioritaskan anggaran pendidikan dan penelitian sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APBN serta APBD”.

Yang tak kalah penting adalah pembuatan UU Penelitian. Berbeda dengan lembaga kecil seperti Ombudsman yang dibentuk dengan UU, LIPI dibentuk dengan keppres tahun 1967. Jadi, bisa saja LIPI dibubarkan seandainya presiden geram oleh hasil penelitian yang mengkritik tajam pemerintah.

Asvi Warman Adam Hampir 30 Tahun Bekerja di LIPI

Baca juga:

SBY Teken Perpres Kenaikan Tunjangan Peneliti

Gaji Peneliti Diusulkan Minimal Rp 8 Juta

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

    Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

    Nasional
    1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

    1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

    Nasional
    Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

    Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

    Nasional
    Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

    Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

    Nasional
    Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

    Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

    Nasional
    PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

    PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

    Nasional
    KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

    KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

    Nasional
    Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

    Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

    Nasional
    Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

    Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

    Nasional
    Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

    Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

    Nasional
    KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

    KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

    Nasional
    Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

    Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

    Nasional
    Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

    Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

    Nasional
    Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

    Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

    Nasional
    Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

    Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com