Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Darurat Korupsi

Kompas.com - 25/10/2012, 15:02 WIB
Ester Lince Napitupulu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono harus segera mengambil kebijakan strategis terhadap maraknya kasus suap dan korupsi. Keduanya juga harus cepat dan tegas untuk menanggulangi berlarut-larutnya kasus suap dan korupsi yang masih lamban dalam penanganannya.

Dalam hasil penelitian media content analysis (analisis konten media) yang dilakukan Founding Fathers House (FFH), tujuh dari 10 berita yang frekuensinya tinggi adalah tentang kasus suap dan korupsi, yakni kasus wisma atlet, kasus suap pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia, kasus korupsi pengadaan simulator SIM di Korlantas Mabes Polri, kasus suap proyek Hambalang, skandal penggelapan dana pajak di Ditjen Pajak oleh Dhana Widyatmika, kasus Nazaruddin, dan kasus suap dana program percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID).

"Kasus suap dan korupsi paling sering muncul di media. Yang paling mencengangkan adalah pelakunya anak muda dan DPR," kata Peneliti Utama FFH Dian Permata, di Jakarta, Kamis (25/10/2012).

Untuk pemuda dan DPR itu ada di materi berita kasus suap wisma atlet, kasus suap proyek Hambalang, kasus Nazaruddin, kasus suap dana program percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID), dan skandal penggelapan dana pajak di Ditjen Pajak oleh Dhana Widyatmika.

Perilaku tersebut tentu saja sangat kontras berbanding terbalik dengan cita-cita para pendiri bangsa. Para pahlawan dan pendiri bangsa Indonesia bekerja demi kemerdekaan Tanah Air tercinta, kehidupan anak cucu mereka bebas dari penjajahan dan hidup lebih baik.

"Bukan hanya harta benda dan raga, jiwa pun mereka persembahkan untuk negeri ini," kata Dian.

"Coba kita bandingkan dengan pemuda di era Dr Soetomo, Muh Yamin, Soekarno dan Hatta. Mereka di usianya berjuang demi sebuah keyakinan untuk kemerdekaan. Bukan keyakinan untuk memperkaya diri," ujar Dian.

Sekretaris Jenderal FFH Syarial Nasution mengatakan, apabila SBY lamban dalam menyikapi kasus-kasus tersebut, dikhawatirkan citra Partai Demokrat akan lebih terpuruk. Bahkan, kasus ini akan menimbulkan efek ganda kepada pemerintahan SBY-Boediono, yakni berakhirnya masa pemerintahan mereka dengan kekacauan.

Penelitian dilaksanakan 28 Oktober 2011 hingga 22 Oktober 2012. Data riset analisis konten media (media content analysis) tersebut bersumber dari 2.8971 materi publikasi dari 12 media cetak, yakni Bisnis Indonesia 1.136 artikel, Indo Pos 1.409, Jurnal Indonesia 714, Kompas 1.893, Koran Tempo 1.994, Media Indonesia 2.076, Rakyat Merdeka 1.253, Republika 1.685, Seputar Indonesia 1.948, Sinar Harapan 522, Suara Pembaruan 786, dan The Jakarta Post 1214.

Juga di enam televisi, yakni Metro TV 661, RCTI 532, SCTV 551, Trans TV 147, TV One 897, dan TVRI Pusat 665. Juga di tujuh media online yakni, Antara 963, Detik 1.802, Inilah 1.661, Kompas.com 1.192, Okezone 1.186, Tempointeraktif 693, dan Vivanews 1.431.

Riset menggunakan metodologi purposive sampling. Locus riset terhadap berita tematik dan berdasarkan kategori politik, hukum, dan ekonomi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com