Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pejabat Eks Terpidana Korupsi Harus Mundur

Kompas.com - 24/10/2012, 00:30 WIB
Ilham Khoiri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Azirwan, bekas terpidana korupsi, akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. Langkah itu semestinya diikuti para pejabat di daerah lain yang mantan terpidana korupsi.

"Semua bekas terpidana korupsi yang dipromosikan menjadi pejabat harus mundur. Itu diperlukan untuk memperkuat gerakan pemberantasan korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih," kata Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki, di Jakarta, Selasa (23/10/2012).

Sebagaimana diberitakan, Azirwan telah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.

Publik menolak promosi jabatan itu karena dia adalah bekas terpidana korupsi dengan vonis penjara 2 tahun 6 bulan karena menyuap anggota Komisi IV DPR, Al Amin Nasution, dalam kasus alih fungsi hutan lindung tahun 2008.

Selain Azirwan, masih ada delapan mantan terpidana korupsi menjadi kepala dinas. Mereka adalah Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga di Karimun Yan Indra; Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu di Tanjung Pinang Raja Faisal Yusuf; Kepala Badan Keselamatan Bangsa di Natuna Senagip; dan Kepala Dinas Pariwisata di Natuna Yusrizal.

Di Kabupaten Lingga, ada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan Iskandar Ideris; Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Dedy ZN; Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Jabar Ali; dan Kepala Satpol Pamong Praja Togi Simanjuntak.

Menurut Teten Masduki, pengangkatan bekas terpidana koruptor bermasalah dari berbagai aspek. Selain mengkhianati gerakan perang melawan korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih, promosi itu juga menunjukkan hukuman akibat korupsi ringan. Mereka telah mengeruk banyak keuntungan dari korupsi, dipenjara beberapa tahun, dan kemudian justru memperoleh jabatan lagi.

"Pengangkatan bekas terpidana koruptor menjadi pejabat mencerminkan sikap permisif terhadap korupsi, bahkan akan semakin menyuburkan korupsi. Muncul kesan korupsi menjadi jalan untuk menggapai jabatan tertinggi pemerintahan," katanya.

Karena itu, promosi jabatan itu harus dibatalkan. Jika perlu, dipastikan adanya larangan bekas terpidana korupsi untuk menduduki jabatan publik selamanya. Itu bisa dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Etika Penyelenggara Negara dan RUU tentang Aparatur Sipil Negara.

"Harus ditunjukkan bahwa korupsi itu kejahatan luar biasa dan dihukum dengan keras, termasuk tidak boleh dipromosikan untuk menduduki jabatan publik selamanya," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com