Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Keganjilan Kasus Novel Versi Tim Pembela KPK

Kompas.com - 19/10/2012, 06:49 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim Pembela Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melansir sepuluh keganjilan dalam penetapan tersangka Kompol Novel Baswedan. Sepuluh keganjilan tersebut didapatkan dari hasil investigasi tim pembela penyidik KPK.

"Ada konsekuensi hukum bagi mereka yang diduga merekayasa kasus ini," kata perwakilan Tim Pembela Penyidik KPK Nurcholis Hidayat dalam siaran pers di kantor TII, Jakarta, Kamis (18/10/2012).

Nurcholis mengatakan, hasil investigasi tersebut harus secepatnya diverifikasi oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan instansi terkait lainnya.

Berikut adalah sepuluh keganjilan dalam kasus Novel versi Tim Pembela Penyidik KPK.

Pertama, rekor penyidikan supercepat, yaitu jarak antara pembuatan Laporan Pemeriksaan (LP) dengan penangkapan hanya berselang empat hari. LP dibuat 1 Oktober 2012 dengan Nomor LP A/1265/XI/2012/SPKT, sementara penangkapan Novel tanggal 5 Oktober 2012.

Kedua, surat korban polisi ganjil sebab surat permohonan keadilan dari Yulisman mewakili Iwan Siregar dan Dedi Nuryadi dibuat 21 September 2012. Sementara hasil pemeriksaan forensik dalam file pembuatan surat tertanggal 29 September 2012 dengan komputer merek Acer, tetapi dimodifikasi tanggal 3 Oktober 2012 agar dapat menangkap Novel.

Ketiga, surat permohonan keadilan dikonsep oleh pejabat Polri berdasarkan fakta file draf surat "permohonan keadilan" terdapat blank untuk diparaf 1. Kepala Bidang Keuangan, 2. Kasetum dan 3. Wakapolda.

Keempat, sidang disiplin tidak merekomendasikan pidana, yaitu Novel sebenarnya hanya menjalani sidang disiplin, bukan sidang etik, dan hanya dikenai teguran keras. Sidang disiplin Novel tidak merekomendasikan ke Direskrim untuk tindak lanjut proses pidana.

Kelima, olah TKP penembakan salah tempat sebab proses olah TKP dilakukan di lokasi 100 meter dari gerbang Taman Wisata Alam Pantai Panjang. Pada 11 Oktober 2012, dilakukan olah TKP tanpa dihadiri 2 pelapor kasus Novel. Dedi Mulyadi dan Iwan Siregar pada kesempatan itu tidak dikeluarkan dari mobil Innova Silver B 8437 GJ.

Keenam, operasi pengangkatan peluru di hari penangkapan Novel, yaitu 5 Oktober 2012. Direskrim Polda Bengkulu Dedi Irianto langsung merilis pada 5 Oktober malam dalam konferensi pers di Mabes Polri dan langsung menuduhkan Novel pelaku penembakan.

Ketujuh, uji balistik peluru dilakukan setelah konferensi pers Dedi Irianto di Mabes Polri yang secara prematur menuduh Novel sebagai pelaku. Patut diduga kuat, uji balistik disesuaikan antara proyektil dalam kaki Iwan dan senjata yang pernah dipakai Novel.

Kedelapan, polisi membujuk keluarga korban meninggal Mulyan alias Aan membuat laporan ke polisi untuk menjerat Novel. Namun, keluarga almarhum Aan tidak mau melapor, kemudian polisi mengalihkan fokus kasus pada Dedi dan Irwan yang mengalami luka tembak di kaki.

Kesembilan, saksi-saksi yang di BAP diarahkan untuk memberikan keterangan melihat secara langsung Novel menembak para pencuri sarang walet.

Terakhir, kesepuluh, tanggal 5 Oktober 2012, upaya penggeledahan tanpa izin pengadilan dan nomor surat. Diduga untuk mencari simpati pihak luar yang meyakini adanya keterlibatan Novel dalam kasus pidana penganiayaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com