Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelimpahan Simulator Berlarut-larut, Wibawa Presiden Dipertaruhkan

Kompas.com - 18/10/2012, 19:56 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wibawa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai menjadi pertaruhan jika proses pelimpahan perkara dugaan korupsi proyek pengadaan simulator dari Bareskrim Polri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi berlarut-larut. Untuk itu, proses pelimpahan harus segera dirampungkan sesuai instruksi Presiden.

"Implikasinya yang paling besar adalah memalukan Presiden karena tidak mampu memegang kendali," ujar Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (18/10/2012).

Zainal menilai perkara simulator memang sepenuhnya harus ditangani oleh satu lembaga, yakni KPK. Jika tetap ditangani dua lembaga, kata dia, akan terjadi deadlock di kemudian hari. "Kalau ditangani oleh lembaga yang beda, berarti penuntutannya akan berbeda-beda juga. Nanti akan terjadi deadlock, yang satu dituntut berapa, satunya lagi dituntut berapa. Padahal, kasus korupsi ini kan tindakannya bersama-sama," ujar dia.

Zainal melihat Presiden sudah menunjukkan ketegasannya dalam penyelesaian konflik KPK dan Polri. Namun, kendala selama ini, sering kali pidato Presiden lemah dalam implementasi. Oleh karena itu, wibawa Presiden kembali dipertaruhkan.

Zainal menambahkan, terkait landasan hukum yang dipakai dalam pelimpahan kasus simulator, bisa merujuk pada Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Meski demikian, ada perbedaan pandangan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjadi landasan Kepolisian. "Memang berbeda aturannya, tapi sebenarnya instruksi yang jelas dari Presiden, tinggal pelaksanaannya. Lagi-lagi, semangatnya kan untuk menyelesaikan problem, bukan memperpanjang," kata Zainal.

Seperti diberitakan, awalnya terjadi sengketa kewenangan penyidikan setelah KPK dan Polri sama-sama menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Akhirnya, KPK dan Polri sepakat menangani bersama-sama kasus itu. KPK akan menangani kasus yang melibatkan golongan penyelenggara negara dan pihak swasta. Kasus ini melibatkan empat tersangka, yaitu mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo, mantan Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, serta dua rekanan pengadaan, yakni Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Soekotjo Bambang.

Adapun Polri hanya akan menangani kasus yang tidak melibatkan penyelenggara negara. Kasus ini melibatkan dua tersangka, yaitu Kepala Primer Koperasi Polisi Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan selaku panitia lelang proyek simulator dan Bendahara Korlantas Komisaris Legimo. Semula Polri juga menangani kasus dengan tersangka Didik Purnomo, Budi Susanto, dan Soekotjo Bambang.

Berita terkait kasus ini dapat diikuti dalam topik "Dugaan Korupsi Korlantas Polri"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com