Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Hanya Novel yang Dibidik?

Kompas.com - 08/10/2012, 11:02 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya penangkapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Kepolisian RI (Polri), Novel Baswedan, yang dilakukan Polda Bengkulu masih menuai kontroversi. Kasus yang dituduhkan kepada Novel, yaitu dugaan penganiayaan berat yang terjadi pada tahun 2004, dinilai janggal ketika kembali diusik setelah delapan tahun berjalan. Apalagi, Novel disebut sudah mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan anak buahnya. Saat peristiwa terjadi, Novel bertugas sebagai Kasat Reskrim di Polda Bengkulu.

Aktivis Usman Hamid mengatakan, kasus ini memiliki sejumlah kejanggalan. Ia menilai, tak sesuai koridor hukum. Menurutnya, menjadi janggal ketika hanya Novel yang diusik, sementara pimpinannya di masa itu dibiarkan bebas. Kata Usman, dalam perspektif hukum, sesuai prinsip tanggung jawab komando, pemimpin Novel seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban hingga dua tingkat di atasnya.

"Prinsip ini (tanggung jawab Komando) juga selaras dengan tugas yuridis dari hukum pidana, yaitu mengontrol ke bawah misalnya masyarakat dan juga ke atas, dalam hal ini penguasa atau atasan dari aparat pelaksana kekuasaan negara," kata Usman, kepada Kompas.com, Senin (8/10/2012) pagi.

Usman mengatakan, hal yang paling berbahaya dari tindakan Polri terhadap Novel adalah tindakan itu terlihat tidak bersumber pada keadilan substantif, melainkan sumber kekuasaan negara. Menurutnya, apa yang dilakukan Polri menafikan rasa keadilan masyarakat. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa tindakan Polri berciri hukum represif, bukan responsif.

"Ciri yang sangat nyata dari hukum represif yang dilakukan Polri adalah sikap KPK dinilai sebagai pembangkangan hukum, itu jelas terjadi. Sementara ciri hukum responsif akan menempatkannya sebagai gugatan terhadap legitimasi hukum dari tindakan itu," katanya.

Sementara itu, Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Prof Bambang Widodo Umar turut menguatkan pendapat Usman. Ia mengatakan, atasan Novel juga bisa turut dimintai pertanggungjawaban. Polri, kata dia, harus menegakkan hukum yang adil, tidak berat sebelah.

"Kalau kesalahan Novel terjadi tahun 2004 maka pimpinannya juga harus bertanggungjawab karena melakukan pembiaran atas kejahatan," kata Bambang.

Ia mengatakan, kaitan benang merah antara peristiwa sebelumnya yang menimpa Polri hingga upaya kriminalisasi Kompol Novel, Bambang melihat hal tersebut sebagai bentuk kecemburuan wewenang yang dapat berimbas melemahkan kelembagaan KPK. Hal tersebut, menurutnya, membuktikan Polri berusaha menempatkannya pada koridor hukum represif atas KPK. 

"Carut marut polisi sudah cukup lama berlangsung dan hingga kini belum tampak perubahan yang mendasar," ujar Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Nasional
    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Nasional
    Ganjar Bubarkan TPN

    Ganjar Bubarkan TPN

    Nasional
    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    Nasional
    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    Nasional
    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Nasional
    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Nasional
    Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Nasional
    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Nasional
    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Nasional
    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com