Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semangat Pilkada Jakarta Bisa Jadi Model Indonesia

Kompas.com - 24/09/2012, 08:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilihan umum kepala daerah di DKI Jakarta menunjukkan kian matang dan terkonsolidasinya perilaku berdemokrasi di Ibu Kota. Kendati perebutan suara sangat sengit, bahkan bertiup isu SARA, pemilihan kepala daerah bisa berakhir damai. Masing-masing dapat mengakui kemenangan dan kekalahan.

”Pemilihan gubernur DKI ini adalah cermin bahwa pemilu telah bergeser dari semula sangat prosedural menjadi lebih ke arah substansial. Memang belum terlalu substansial, tetapi arahnya sudah menuju ke sana,” kata Sukardi Rinakit, peneliti senior Soegeng Sarjadi Syndicate, akhir pekan lalu kepada Kompas.

Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Basuki) mengungguli petahana Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nachrowi), yaitu 52,97 persen dan 47,03 persen. ”Hasil itu menjadi bukti bahwa moda produksi, kapital, tidak lagi memengaruhi moda interpretasi atau referensi dalam politik,” ujar Sukardi.

Menurut Sukardi, warga Jakarta menjatuhkan pilihan kepada figur yang dinilai sederhana, bekerja, jujur, dan memasyarakat.

Sukardi yakin arah politik di Jakarta itu bakal berkembang ke seluruh Indonesia. ”Secara nasional, nantinya pasti akan bergerak seperti model di Jakarta. Isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) tidak lagi laku meski di beberapa tempat masih akan berpengaruh. Pemilih akan semakin matang dalam berdemokrasi,” ujarnya.

Keteladanan elite

Pilkada DKI merupakan bentuk pembelajaran demokrasi yang baik. Hal ini terlihat dari sikap sportif para kandidat menyikapi hasil hitung cepat. ”Ini bentuk keteladanan elite politik yang berani mengucapkan selamat dan menerima hasil penghitungan suara meskipun baru sebatas hitung cepat,” kata anggota Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, Sumarno.

Dia mengakui persaingan yang terjadi sangat sengit. Hal ini terlihat dari isu SARA yang banyak diembuskan serta kampanye hitam. Belum lagi berbagai pesan yang beredar, seolah Jakarta akan rusuh apabila calon tertentu yang menang. Namun, setelah hitung cepat, kondisi Jakarta masih aman.

Partai melakukan evaluasi

Pilkada DKI memaksa partai politik untuk mengevaluasi diri. Pengamat politik J Kristiadi berpendapat, dari Pilkada DKI ini terlihat tren bahwa banyak partai politik gagal total melakukan pengaderan. Mesin parpol juga rapuh dan tidak berjalan meski sudah diinstruksikan pemimpin parpol.

Penanaman ideologi pada kader parpol juga akhirnya terlihat masih lemah. Kader cenderung bergerak maksimal hanya menjelang pemilu legislatif karena lebih didorong kepentingan dan ambisi untuk berkuasa. ”Kalau perlu saling sikut antarkader dalam satu parpol,” katanya.

Sementara itu, ideologi parpol untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi masyarakat menjadi luntur. ”Namun, ada kekuatan lain yang masih dapat mengoreksi parpol, yaitu kekuatan rakyat dan masyarakat madani,” kata Kristiadi.

Kondisi ini pula yang terlihat dalam Pilkada DKI. Kristiadi yakin, jika parpol tidak lagi aspiratif, parpol akan semakin ditinggalkan. ”Ini momen memperbaiki peradaban parpol,” katanya.

Parpol, figur, relawan

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) bersama Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang mengusung Jokowi-Basuki mengakui perlunya sinergi partai dengan rakyat.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com