Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada Serentak untuk Efisiensi Anggaran

Kompas.com - 03/09/2012, 10:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang begitu banyak di Indonesia dinilai sangat memboroskan anggaran daerah. Bahkan bagi daerah yang kemampuan fiskalnya rendah, kewajiban membiayai pilkada ternyata mengurangi belanja pelayanan publik seperti urusan pendidikan dan kesehatan. Karena itu, penyelenggaraan pilkada serentak dipandang lebih tepat karena lebih hemat dan efisien.

”Biaya pilkada untuk kabupaten/kota Rp 25 miliar, untuk pilkada provinsi Rp 100 miliar. Jadi untuk keseluruhan pilkada di Indonesia diperlukan Rp 17 triliun. Kalau dilaksanakan secara serentak diperlukan Rp 10 triliun. Lebih hemat dan hanya sekian persen dari APBN. Jadi, saya pikir pilkada bisa dibiayai oleh APBN, bukan oleh APBD,” kata Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) Yuna Farhan, Minggu (2/9) di Jakarta.

Studi yang dilakukan Seknas Fitra di 14 daerah menemukan, pembiayaan pilkada melalui APBD memberi peluang besar bagi pelaku di daerah untuk melakukan politik dan politisasi anggaran. Calon yang sedang memegang kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah dapat menggunakan instrumen anggaran pilkada untuk memperkuat posisi tawar politiknya.

Terkait politisasi anggaran, saat tahap pilkada mulai berjalan, ternyata banyak daerah yang belum mengalokasikan anggaran penyelenggaraan pilkada. Alasannya antara lain daerah tidak memiliki anggaran tambahan untuk membiayai pilkada. Selain itu, banyak daerah yang belum menetapkan APBD untuk tahapan pilkada.

Tidak sinkronnya tahapan pilkada dengan mekanisme penganggaran daerah berimplikasi pada lemahnya proses pengawasan pilkada. Semua ini juga terkait masih banyaknya permasalahan dengan regulasi pelaksanaan pilkada. Karena itu, Seknas Fitra merekomendasikan agar pembiayaan pilkada diambil dari APBN untuk menghindari tumpang-tindih pembiayaan.

Tiga masalah

Wakil Direktur Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi Veri Junaidi menyatakan, berdasar pengalaman penyelenggaraan pilkada sejak tahun 2005, setidaknya terdapat tiga masalah pencalonan pasangan kepala daerah dalam proses penyelenggaraan pilkada.

Pertama, terjadi politik uang dalam bentuk ”ongkos perahu” yang diberikan pasangan calon kepada partai politik yang memang berhak untuk mencalonkan. Inilah politik uang pertama sekaligus kentara dalam pilkada sekalipun besarnya ”ongkos perahu” tidak sebanding dengan dukungan parpol dalam kampanye.

Kedua, terjadi ketegangan dan bahkan perpecahan internal parpol akibat ketidaksepakatan pengurus parpol dalam mengajukan pasangan calon. Akibatnya, parpol menjadi lemah sehingga mereka gagal memperjuangkan kepentingan anggota.

Ketiga, pencalonan yang hanya mempertimbangkan ”ongkos perahu” mengecewakan masyarakat karena calon yang diinginkan tidak masuk daftar calon. Di satu pihak, hal ini menyebabkan masyarakat apatis terhadap pilkada sehingga partisipasi pemilih menurun. Di lain pihak, hal itu menyebabkan masyarakat marah sehingga bisa menimbulkan konflik terbuka.

Pemilihan gubernur melalui DPRD, menurut Yuna Farhan, tetap bisa dilaksanakan secara langsung dan serentak dengan pemilihan anggota DPRD provinsi agar menghemat biaya dan lebih efisien. (LOK)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

    Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

    Nasional
    KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

    KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

    Nasional
    KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

    KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

    Nasional
    Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

    Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

    Nasional
    Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

    Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

    Nasional
    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nasional
    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Nasional
    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Nasional
    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Nasional
    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    Nasional
    Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Nasional
    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com