JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai penangkapan dua hakim pengadilan tindak pidana korupsi menjadi catatan buruk keberadaan hakim ad hoc. Jimly meminta agar kasus itu menjadi bahan evaluasi bagi Komisi Yudisial dalam proses seleksi hakim ad hoc.
"Semula kita berharap hakim ad hoc menjadi spirit baru yang dimasukkan ke dalam dunia kehakiman karena sebelumnya dunia kehakiman kurang bisa dipercaya. Sekarang justru hakim ad hocnya yang kaya gitu," kata Jimly di kediamanan Megawati Soekarnoputri di Jakarta, Minggu ( 19/8/2012 ).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi berkerjasama dengan Mahkamah Agung menangkap hakim Kartini Juliana Magdalena Marpaung yang bertugas di Semarang dan hakim Heru Kisbandono yang bertugas di Pontianak. Mereka ditangkap seusai upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI dengan barang bukti uang tunai Rp 150 juta.
Jimly mengatakan, hakim seharusnya menjadi pihak yang terdepan dalam memberantas korupsi. Jika dunia peradilan ingin dipercaya masyarakat, kata dia, maka pembersihan harus dimulai dari hakim.
"Kalau hakimnya bisa dipercaya, tidak ada gunanya membayar (sogok) jaksa, membayar advokat dengan cara yang tidak benar. Jadi terpulang kepada hakim," kata Jimly.
Jimly menambahkan, penangkapan itu menjadi bukti ada kelemahan dalam proses rekrutmen hakim non karir. Untuk itu, proses seleksi selanjutnya harus lebih ketat.
Seperti diberitakan, operasi gabungan itu merupakan evaluasi terhadap pengadilan tipikor yang berusia setahun. Kartini adalah hakim ad hoc angkatan pertama yang direkrut pada 2009. Heru adalah hasil perekrutan hakim ad hoc angkatan ketiga yang ditempatkan di Pontianak. Kartini diketahui beberapa kali memberikan vonis bebas dalam kasus korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.