Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Tunggu Usulan KPK dan Polri

Kompas.com - 03/08/2012, 16:38 WIB
Hindra Liauw

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri kini berseteru soal penanganan kasus dugaan korupsi proyek simulasi roda dua dan roda empat ujian surat izin mengemudi (SIM) Korps Lalu Lintas Polri.

Kendati demikian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di tengah-tengah dorongan publik agar dirinya turun tangan, memilih menunggu usulan dari kedua institusi penegak hukum tersebut.

"Sebaiknya kita menunggu apa yang nanti menjadi usul dari tindak lanjut masing-masing instansi terhadap kasus ini," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha kepada para wartawan di Bina Graha, Jakarta, Jumat (3/8/2012).

Perseteruan kian meruncing setelah Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Sutarman menyatakan tak akan menyerahkan tersangka kepada KPK.

Tiga dari empat tersangka yang ditetapkan polisi merupakan tersangka yang juga ditetapkan KPK. Ketiganya adalah mantan Kepala Korps Lalu Lintas Brigjen Pol Didik Purnomo, Budi Santoso (Dirut PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, rekanan proyek), dan Sukoco S Bambang (Dirut PT Inovasi Teknologi Indonesia, rekanan proyek).

Lucunya, Julian mengatakan, tak pernah ada perseteruan antara KPK dan Polri terkait penanganan kasus ini. Julian justru mengatakan, hal tersebut hanya berkembang di pemberitaan di media massa.

"Konflik itu sesungguhnya tidak terjadi dalam KPK dan Polri," kata Julian.

Julian mengingatkan, tak hanya KPK, Polri juga memiliki kewenangan untuk menyidik kasus sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Julian juga kembali menegaskan, Presiden tidak ikut campur terkait penanganan kasus korupsi yang diduga merugikan negara hingga seratusan miliar.

Sikap Presiden, kata Julian, adalah taat dan menghormati hukum. Tidak boleh ada pemaksaan terkait teknis penanganan hukum.

Seperti diwartakan, KPK telah terlebih dahulu menyidik kasus ini. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menegaskan, "Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/ atau kejaksaan dan KPK, penyidikan yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan tersebut segera dihentikan".

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang Saldi Isra mengatakan, Presiden perlu turun dan menegur Polri. Jika Presiden tidak mendorong penyerahan penyidikan ke KPK, proses hukum kasus itu bisa terhambat.

"Perlu penegasan Presiden kepada Kepala Polri," ujar Saldi. "Saya heran, kenapa mereka (Polri) bersikeras ambil bagian di sini. Jangan-jangan ada yang hendak dilindungi," tambahnya.

Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, Polri bisa dianggap melawan UU jika memaksakan diri menyidik kasus itu, sementara KPK telah menyidiknya terlebih dahulu. Langkah KPK mengusut kasus dugaan korupsi alat simulasi mengemudi itu merupakan momentum pemberantasan korupsi. Kasus itu juga menjadi ujian komitmen Presiden Yudhoyono dalam pemberantasan korupsi.

"Jika Yudhoyono tidak menertibkan anak buahnya yang tidak satu visi dengannya, berarti dia tidak serius. Sekarang belum terlihat serius karena ada drama saat KPK menggeledah Korlantas. Polisi juga tiba-tiba menetapkan tersangka," kata Eva Kusuma Sundari, anggota Komisi III DPR dari PDI-P. "Kekhawatiran kasus ini dapat menjadi konflik antarlembaga, dapat dicegah oleh Yudhoyono karena Polri ada di bawahnya," tambah Eva.

"Presiden sebagai atasan Polri harus melakukan tindakan konkret, misalnya meminta Kapolri menyerahkan penanganan kasus kepada KPK," kata Koordinator Divisi Hukum ICW Febri Diansyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Nasional
    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Nasional
    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Nasional
    KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

    KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

    Nasional
    Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

    Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

    Nasional
    Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

    Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

    Nasional
    Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

    Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

    Nasional
    Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

    Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

    Nasional
    Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

    Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

    Nasional
    Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

    Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

    Nasional
    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

    Nasional
    Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

    Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

    Nasional
    Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

    Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

    Nasional
    Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

    Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com