Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Swasembada Kedelai 2014 Dinilai Hanya Mimpi

Kompas.com - 28/07/2012, 13:04 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Janji pemerintah untuk swasembada kedelai tahun 2014 dinilai hanya mimpi jika pemerintah masih mempertahankan kebijakan pangan seperti saat ini. Produktivitas kedelai nasional tidak beranjak naik dalam beberapa tahun terakhir.

"Kalau kebijakannya masih seperti sekarang, rasa-rasanya kayak mimpi. Kecuali ada upaya langsung yang fundamental," kata Direktur INDEF Enny Sri Hartati saat diskusi di Jakarta, Sabtu ( 28/7/2012 ).

Enny mengatakan, kebijakan pembebasan bea masuk impor kedelai yang diambil pemerintah saat ini bakal merugikan petani lokal dan hanya menguntungkan kelompok tertentu. Kebijakan itu, kata dia, jelas tidak akan mampu meningkatkan produksi kedelai nasional ke depan.

"Biang keroknya justru karena menerapkan pajak yang nol persen itu. Dugaan saya ini tidak terlepas dari konspirasi. Ada kepentingan asing karena mereka juga menikmati," kata Enny.

Dengan pembebasan bea masuk itu, kata dia, akan ada kerugian penerimaan negara. Seharusnya, bea masuk tetap dikenakan sehingga penerimaan dari bea sebesar 5 persen bisa digunakan untuk memberi insentif kepada petani lokal.

Contohnya, memberikan insentif benih kualitas unggul untuk memperbaiki hasil kedelai. Saat ini, kata Enny, kedelai lokal kalah menarik dengan kedelai impor. "Bagaimana petani tertarik menanam kedelai kalau produknya tidak disenangi perajin tahu, tempe, atau kecap," katanya.

Achmad Suryana, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian mengakui bahwa produktivitas kedelai nasional dalam lima tahun terakhir stagnan. Saat ini, produksi kedelai nasional hanya 779.000 ton pertahun, sementara kebutuhan nasional 2,2 juta ton pertahun. "Sehingga lebih banyak impornya," kata dia.

Suryana mengatakan, situasi itu terjadi lantaran banyak faktor, seperti peningkatan jumlah penduduk sehingga meningkatkan permintaan, alih fungsi lahan pertanian, harga kedelai yang tidak kompetitif dibanding komoditas lain seperti jagung.

"Dengan luas arena tanam yang terbatas, kalau kita genjot produksi jagung, kedelai kedodoran," ucapnya.

Masalah lain, kata Suryana, sulitnya membuka lahan baru untuk menanam kedelai meskipun Menteri Pertanian Suswono sudah mencanangkan sejak awal menjabat penambahan 500.000 hektar lahan. "Tapi kami tetap berupaya meningkatkan produktivitas kedelai untuk swasembada tahun 2014," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Nasional
    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com