Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartati Murdaya: Tak Ada Kepentingan di Buol

Kompas.com - 06/07/2012, 22:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Hartati Murdaya turut disebut sebagai salah satu pihak yang terkait dalam kasus dugaan suap di Buol, Sulawesi Tengah. Hartatai disebut karena sebagai pemilik PT Hardaya Inti Plantation, perkebunan kelapa sawit, yang ditengarai sebagai salah satu pihak dalam kasus dugaan penyuapan tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Hartati Murdaya pun langsung membantah keterlibatan perusahaannya. Menurut dia, perusahannya tidak punya kepentingan apapun untuk melakukan penyuapan di Buol.

"Bahwa benar PT Hardaya Inti Plantation memiliki perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah yang telah beroperasi sejak tahun 1995. Namun saat ini perusahaan tidak sedang membuka lahan perkebunan yang baru, tidak sedang memperluas lahan perkebunannya, tidak sedang mengurus ijin lahan perkebunan yang baru, dan tidak sedang mengurus izin perluasan lahan perkebunan di kabupaten tersebut," kata Hartati lewat juru bicaranya M. Al Khadziq, dalam rilis pers, Jumat (6/7/2012).

Menurut dia, surat rekomendasi hak guna usaha (HGU) adalah bukan pemberian lahan perkebunan yang baru dan juga bukan pemberian HGU itu sendiri. Pada tahun 1995, pemerintah daerah menarik investor ke daerah terpencil tersebut dengan memberi lahan perkebunan kelapa sawit sehingga sudah semestinya surat rekomendasi HGU diberikan kepada PT Hardaya Inti Plantation karena lahan sudah ditanami kelapa sawit, sudah memproduksi CPO, sudah mampu menyerap ribuan tenaga kerja, dan sudah memberikan kontribusi yang tidak kecil bagi kemajuan daerah setempat.

"Oleh sebab itu rekomendasi HGU tersebut sesungguhnya tidak memiliki nilai yang signifikan di mana untuk mendapatkannya harus ditukar dengan uang senilai miliaran rupiah seperti diberitakan oleh media massa. Sehingga terlalu naif jika PT Hardaya Inti Plantation dikatakan berniat melakukan suap senilai milyaran hanya untuk mendapat surat rekomendasi HGU yang sesungguhnya tidak memiliki nilai signifikan tersebut," lanjut juru bicara Hartati.

Pihak Hartati juga menyesalkan pencegahan yang dilakukan KPK terhadap Hartati Murdaya. Jika yang menjadi alasan pencekalan adalah adanya kekhawatiran yang bersangkutan akan pergi ke luar negeri, menurut dia, hal itu tidaklah beralasan. Hartati menegaskan sampai saat ini tidak punya kepentingan melarikan diri ke luar negeri apalagi sebagai salah satu pendukung partai pemerintah.

"Langkah ini terkesan berlebihan dan prematur karena rekomendasi pencekalan dikeluarkan jauh sebelum KPK meminta keterangan Bupati Buol, Amran Batalipu itu sendiri. Sebagaimana diketahui, rekomendasi pencekalan diumumkan KPK pada tanggal 3 Juli 2012, sedangkan Bupati Buol baru ditangkap oleh KPK hari ini tanggal 6 Juli 2012," lanjut juru bicara Hartati.

Seperti diberitakan, KPK menangkap Bupati Buol Amran Batalipu, di rumahnya di Buol, Jumat (6/7/2012) dini hari. Sebelumnya, petugas KPK akan melakukan tangkap tangan saat suap dilakukan, namun Bupati Buol bisa melarikan diri. Dalam kasus tersebut KPK sudah menahan empat orang dari PT hardaya Inti Plantation yang diduga terlibat dugaan suap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Nasional
    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com