Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Harus Tetap Ada

Kompas.com - 05/07/2012, 19:47 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga pemberantasan korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi harus tetap ada dan menjadi alat pertahanan negara paling depan dalam melawan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, anggaran belanja negara yang dialokasikan untuk pemberantasan tindak pidana korupsi pun harus selalu ada.

Hal tersebut diungkapkan mantan komisioner di Independent Commission Against Corruption (ICAC) atau lembaga semacam KPK di Hongkong, Bertrand Despeville, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (5/7/2012). Bertrand hadir di KPK dalam rangka lawatannya ke Indonesia untuk bertemu dengan lembaga penegak hukum dan pegiat antikorupsi. Hadir pula dalam jumpa pers tersebut Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto dan Zulkarnain.

Menurut Bertrand, pemberantasan korupsi dalam suatu negara membutuhkan waktu lama. Di Hongkong, katanya, paling tidak dibutuhkan 20-25 tahun untuk menciptakan masyarakat yang tidak toleran terhadap korupsi. "Tidak lagi pasrah, tidak bisa menoleransi adanya korupsi dalam kehidupan kita," ujar Betrand.

Bahkan, lanjutnya, meskipun sudah sampai pada tahap demikian, pemberantasan korupsi tidak boleh mengendur. Hal itu dikarenakan masalah korupsi masih mungkin datang kembali. Selama ini Betrand tidak pernah mendengar ada negara yang membubarkan lembaga antikorupsinya meskipun masyarakat negara tersebut sudah intoleran terhadap korupsi.

Hal sebaliknya, seolah terjadi di Indonesia. Betrand mendengar kalau KPK disebut sebagai lembaga ad hoc atau temporer. "Harus disadari lembaga seperti KPK ini harus tetap hadir karena merupakan pertahanan paling depan dalam melawan korupsi," ujarnya.

Betrand juga sempat menyinggung hubungan KPK dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang seolah tidak baik. Menurutnya, suatu hal yang wajar jika DPR seolah balas dendam terhadap KPK sebab KPK melakukan penindakan terhadap para anggota dewan yang terlibat korupsi.

"Sayangnya saat ini KPK sedang mengalami masalah dari parlemen, tidak mengherankan karena KPK terpaksa melakukan penindakan anggota parlemen sehingga tidak mengherankan jika lembaga ini melakukan balas dendam ke KPK," tutur Betrand yang pernah datang ke Indonesia pada 2000-2001 untuk membantu penyusunan undang-undang yang kemudian menjadi cikal bakal kelahiran KPK.

Terkait dengan pembangunan gedung baru KPK yang tidak disetujui DPR sejak 2008, Betrand mengatakan gedung yang ditempati KPK saat ini jelas tidak memadai. Karenanya, ucap Bertrand, KPK membutuhkan gedung yang lebih representatif. "Bagi saya bukan masalah apakah itu gedung baru atau sewa, tapi gedung yang saat ini ada tidak memadai bagi 750 pegawai," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com