Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelaga Hitam di Tubuh Polri

Kompas.com - 02/07/2012, 09:01 WIB

KOMPAS.com - Meskipun lebih dari satu dasawarsa menjadi pilar penegakan hukum, tubuh Polri masih dinodai jelaga hitam. Publik menilai kinerja aparat kepolisian masih diwarnai oleh aroma suap yang kental. Kondisi tersebut, menurut publik, dipengaruhi oleh sistem penegakan hukum yang lemah di dalam institusi kepolisian.

Selama satu dasawarsa, penilaian publik terhadap citra positif kepolisian terus berubah. Jajak pendapat Kompas merekam penilaian terburuk terhadap citra Polri diberikan publik pada masa-masa awal kemandirian Polri. Saat itu hanya 26,6 persen responden yang memberi penilaian positif terhadap citra Polri. Tahun 2009, proporsi publik yang menilai positif meningkat dan mencapai titik tertinggi. Ketika itu 57,1 persen responden menyatakan citra Polri positif. Berbagai prestasi diukir terutama perannya dalam mengungkap kasus terorisme.

Tahun ini, ketika usia Polri mencapai 66 tahun dan saat pengungkapan kasus terorisme juga mulai berkurang, penilaian terhadap citra positif Polri semakin turun. Hanya 46,1 persen responden jajak pendapat ini memberi nilai positif terhadap citra Polri. Proporsi yang lebih besar, yakni 49,3 persen, menyatakan citra Polri buruk. Mereka menilai, tubuh Polri telah dikotori oleh sikap dan perilaku aparat Polri yang mengingkari pedoman dasar pelaksanaan profesi polisi yang tercantum di dalam Tribrata Polri.

Aroma uang

Bila ditelisik lebih jauh, penilaian negatif terhadap citra Polri didorong oleh pengetahuan responden survei terhadap sepak terjang aparat kepolisian. Pengetahuan tersebut meliputi beberapa pernyataan terkait pelaksanaan tugas kepolisian sebagai penegak hukum dan penjaga ketertiban masyarakat.

Dalam kapasitas sebagai penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat, aparat kepolisian dinilai responden survei ini cukup sigap merespons panggilan masyarakat ketika terjadi tindak kejahatan. Satu dari tiga respon- den mengungkapkan hal itu. Namun, penilaian yang cenderung negatif dinyatakan respon- den terkait proses penindakan dan penegakan hukum.

Responden survei ini menilai bahwa berurusan dengan polisi berarti menghabiskan waktu lama karena urusan akan menjadi berbelit-belit. Satu dari tiga res- ponden menyatakan berurusan dengan polisi sama artinya dengan mengeluarkan uang ”tambahan”, selain yang resmi.

Lebih dari itu, sikap diskriminatif sering kali diterapkan oleh aparat kepolisian dalam menyelesaikan perkara hukum. Menurut satu dari tiga responden, aparat kepolisian cenderung enggan menindak pelaku kejahatan yang berkaitan dengan pejabat ataupun orang-orang berduit. Pola penyikapan seperti ini tak hanya didasari oleh pengetahuan tentang pelaksanaan profesi polisi, tetapi juga dilandasi realitas yang dialami responden sehari-hari.

Paling tidak, dalam setahun terakhir, sebagian besar respon- den pernah berurusan dengan polisi terkait pengurusan sejumlah hal. Di antaranya pengurusan surat keterangan kehilangan dan kelakuan baik, pengurusan surat kendaraan bermotor, baik berupa surat izin mengemudi (SIM) ataupun surat tanda nomor kendaraan (STNK), serta pengurusan perkara hukum.

Di antara mereka yang pernah berhubungan dengan polisi, rata-rata separuh responden memberikan insentif tambahan berupa uang kepada polisi, baik diminta maupun atas inisiatif responden. Satu dari tiga responden mengakui pernah memberikan uang karena diminta aparat terutama untuk pengurusan SIM atau STNK serta perkara hukum terkait lalu lintas atau tindak kriminal.

Praktik yang kental dengan aroma uang ini disadari oleh responden sebagai akibat dari sistem yang lemah di dalam tubuh kepolisian. Alih-alih memperkeras penegakan hukum di dalam institusinya, Polri justru dinilai lemah dalam menegakkan etika profesi bagi aparatnya. Tiga perempat responden menyatakan sistem di kepolisian yang lemah menjadi faktor penentu buruknya kinerja mereka.

Terdapat 46,6 persen respon- den survei yang menyatakan penegakan hukum yang lemah memberi kontribusi terhadap buruknya kinerja kepolisian. Adapun 28,9 persen menyebutkan faktor kepemimpinan Polri yang lemah dalam menegakkan etika profesi mereka. Hal itu berarti faktor kesejahteraan polisi dinilai responden tidak serta-merta menentukan baik buruknya kinerja mereka.

Terkait sistem penegakan hukum di dalam tubuh Polri, masih lekat di dalam ingatan masyarakat tentang kasus ”17 rekening gendut” sejumlah petinggi Polri yang diungkap media massa. Hingga saat ini belum terdengar kelanjutan langkah dari temuan tersebut.

Meskipun beberapa aspek masih negatif, ada satu aspek yang masih mendapat respons positif. Ketika ada kejahatan, polisi segera datang saat dihubungi. Inilah satu-satunya modal positif polisi. Mayoritas (62 persen) responden mengungkapkan apresiasi positif ini. (BI Purwantari/Litbang Kompas)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com