Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinjau Ulang Perjalanan Reformasi

Kompas.com - 21/05/2012, 23:50 WIB
Ilham Khoiri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Empat belas tahun sudah Reformasi berjalan sejak tahun 1998, tetapi sistem demokrasi di Indonesia justru masih dirundung berbagai masalah, terutama korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

KKN baru ini bahkan lebih marak, karena dilakukan dalam jaringan lebih luas dan merata.

"Kita perlu meninjau ulang secara menyeluruh sistem demokrasi yang telah dicapai sejak reformasi sampai sekarang," kata Direktur Reform Institute, Yudi Latif, di Jakarta, Senin (21/5/2012).

Reformasi 1998 berhasil menjatuhkan pemerintahan Orde Baru, tetapi belum berhasil membangun tatanan demokrasi baru yang ideal. Saat ini bangsa Indonesia justru terjerat oleh berbagai masalah serius, KKN baru, hukum yang lemah, dan sistem ketatanegaraan yang masih tumpang tindih.

Menurut Yudi Latif, setelah otoritas rezim Orde baru runtuh, kita masuk dalam pemerintahan yang lemah, bahkan tanpa otoritas. Lewat demokratisasi dengan sistem multipartai, otoritas politik kemudian meluas dan tersebar dalam banyak lembaga, bahkan sampai ke daerah-daerah.

Demokrasi cenderung memberi tempat bagi kekuatan modal, ketimbang kekuatan kapasitas manusia, sehingga biaya politik menjadi mahal. Sementara penegakan hukum lemah.

"Kondisi itu mendorong penyelenggara negara berperilaku korup dengan jaringan korupsi yang meluas. Negara yang diharapkan mengontrol keadaan ternyata tak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang demikian cepat," kata Yudhi.

Untuk mengatasi kondisi ini, bangsa Indonesia harus mengevaluasi seluruh institusi demokrasi kita dan menata ulangnya kembali. Kurangi lembaga kenegaraan yang tumpang-tindih, bangun partai politik secara lebih bertanggung jawab dengan melakukan penyederhanaan dan pengembangan fungsinya, serta perlu aturan dan audit arus pemasukan dan pengeluaran uang dalam partai.

"Kita harus memperbaiki sistem pemilihan yang berbiaya politik tinggi dan meninjau ulang sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung di semua daerah," ucap Yudhi.

Saat bersamaan, lanjutnya, harus mendorong penegakan hukum dengan memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengontrolnya dengan lembaga-lembaga hukum dan dengan kekuatan masyarakat sipil, media, dan kekuatan internasional. Kekuasan politik harus dikontrol dengan membatasi peluang korupsi, termasuk dengan menata ulang otonomi daerah.

"Selama 14 tahun Reformasi, kita banyak melakukan dekonstruksi, tapi belum berhasil melakukan rekonstruksi. Kita perlu membuat blue print (cetak biru) langkah-langkah Reformasi sehingga dapat menjadi acuan bersama. Jangan biarkan reformasi mengalir tanpa arah," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com