Hal ini bisa dilihat dari putusan MK Nomor 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009. Bagian penting dari putusan ini terletak pada Pendapat Mahkamah, di mana Mahkamah Konstitusi (MK) mengemukakan pendapatnya terhadap materi UU dalam uji materiil.
Pendapat Mahkamah ini terbagi menjadi menjadi dua bagian: (1) Pendapat MK terhadap UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; (2) Pendapat MK terhadap UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Penjelasan terhadap struktur putusan MK menjadi penting untuk menghindari kesalahan dalam membaca putusan ini.
Ada dua poin dalam putusan MK yang tidak diindahkan oleh DPR dan pemerintah.
Pertama tentang otonomi pengelolaan pendidikan. MK dalam putusannya menyatakan, ”... oleh karena itu apakah betul bahwa ada hubungan kausal fungsional antara otonomi pengelolaan pendidikan formal dengan mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila. Artinya, apakah untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut secara mutlak harus diperlukan otonomi pengelolaan pendidikan formal atau dengan kata lain otonomi pengelolaan pendidikan formal merupakan conditio sine qua non bagi pencapaian tujuan pendidikan. Hal yang dapat dipertanyakan juga apakah otonomi pengelolaan pendidikan formal merupakan sebuah keharusan yang diamanatkan oleh UUD 1945.”
Dari petikan putusan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan: (1) MK sebenarnya tidak yakin apakah otonomi pengelolaan pendidikan mutlak diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia; (2) MK juga mempertanyakan apakah ada hubungan kausal antara otonomi pengelolaan pendidikan dan tujuan pendidikan nasional; (3) MK mempertanyakan apakah otonomi pengelolaan pendidikan merupakan amanat UUD 1945 atau hanya sebatas spekulasi.
Kesimpulannya, putusan MK jelas mematahkan argumentasi pembuat kebijakan bahwa otonomi pengelolaan pendidikan adalah segala-segalanya.
Namun, pembuat kebijakan masih mencantumkan prinsip otonomi pengelolaan pendidikan dalam RUU Pendidikan Tinggi (versi 3 April 2012). Pada Pasal 1 angka 23 dinyatakan bahwa otonomi pengelolaan adalah keleluasaan dalam mengelola perguruan tinggi secara akuntabel. Kemudian otonomi pengelolaan secara lebih lanjut diatur dalam Pasal 63-Pasal 67 RUU Pendidikan Tinggi.