Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Jadi Kambing Hitam

Kompas.com - 06/03/2012, 06:58 WIB

oleh Suryopratomo

"Anas Terima Miliaran Rupiah”, itulah judul utama harian Kompas edisi 1 Maret 2012. ”Anas Semakin Sulit Berkelit” merupakan judul utama Koran Tempo pada hari yang sama.

Kedua judul itu diambil dari hasil persidangan korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI dengan terdakwa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Dalam persidangan yang menampilkan sejumlah saksi yang bekerja di Grup Permai terungkap bahwa posisi Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum di dalam perusahaan.

Para saksi menjelaskan secara rinci hari-hari apa saja Anas biasa datang ke kantor dan bekerja pada perusahaan tempat mereka bekerja. Mobil apa saja yang pernah diberikan perusahaan lengkap dengan nomor polisi yang digunakan.

Juga dijelaskan berapa banyak kardus uang yang dibawa untuk Kongres Partai Demokrat di Bandung dan berapa yang dibawa kembali ke Jakarta. Juga bagaimana pengiriman uang 1 juta dollar AS dari perusahaan untuk diberikan kepada Anas.

Dengan judul seperti itu, apakah Kompas dan Koran Tempo sedang menghakimi Anas? Apakah judul seperti itu tidak mengonotasikan bahwa Anas menerima uang dari perusahaan yang diduga terlibat korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI?

Apakah tanggapan Anas terhadap kesaksian itu tidak dianggap sebagai bagian dari upaya media memberi asas keberimbangan?

Kalau media dianggap menghakimi Anas, apakah memang ada motif politik di belakang kebijakan pemberitaan itu? Apakah pemberitaan Kompas merupakan kebijakan dari Pemimpin Umum Jakob Oetama atau Pemimpin Redaksi Rikard Bagun? Apakah pemberitaan yang dibuat Koran Tempo membawa kepentingan Goenawan Mohamad atau Bambang Harymurti?

Kebenaran jurnalistik

Sebagai orang yang pernah ikut dalam proses penetapan kebijakan editorial di Kompas, tidak pernah rapat redaksi menetapkan arah kebijakan editorial atas dasar kepentingan orang per orang. Rapat redaksi merupakan pergumulan pemikiran dari para awak redaksi untuk bisa menangkap fenomena yang terjadi.

Media tidak pernah menetapkan arah kebijakan editorial berdasarkan sikap emosional. Semua selalu dilakukan dengan menggunakan akal sehat. Media selalu bekerja untuk menemukan kebenaran berdasarkan kebenaran jurnalistik yang diyakini oleh awak redaksinya.

Tentu media selalu mempertimbangkan prinsip obyektif, independen, dan berimbang. Media selalu berusaha untuk tidak melakukan pemihakan. Namun, seperti disampaikan Jakob Oetama dalam pidato pengukuhan saat menerima doktor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada, obyektivitas media massa merupakan obyektivitas yang subyektif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com