Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Curigai Fauzi Tutupi Keterlibatan Muhaimin

Kompas.com - 13/02/2012, 21:03 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Fauzi, mantan staf asistensi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (13/2/2012). Fauzi menjadi saksi bagi terdakwa kasus itu, pejabat Kemnakertrans, I Nyoman Suisnaya.

Dalam persidangan tersebut, Fauzi membantah kedekatannya dengan menteri Muhaimin. Dia membantah disebut sebagai staf pribadi Muhaimin dan mengaku hanya sebagai staf di DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

"Mungkin saya dianggap dekat sama Pak Menteri (Muhaimin), sebenarnya tidak. Saya hanya staf DPP PKB saja," kata Fauzi. Lelaki itu juga mengaku hanya mencatut nama Muhaimin dalam perkara ini.

Nama Muhaimin, kata Fauzi, dicatutnya agar dirinya lepas dari desakan menerima uang Rp 1,5 miliar dari pengusaha Dharnawati. "Karena harus ngeles supaya enggak dikejar-kejar terima uang itu," katanya.

Nama Muhaimin disebut-sebut dalam rekaman pembicaraan antara Fauzi dan Ali Mudhori (mantan anggota DPR Fraksi PKB). Sebagian rekaman tersebut diputar dalam persidangan hari ini. Dari transkrip rekaman pembicaraan kedua orang itu terungkap istilah "ketum", "bos besar", dan "Pak Menteri". Salah satu contohnya, dalam pembicaraan yang terjadi pada 15 Agustus 2011 antara Fauzi dan Ali Mudhori.

Melalui telepon, Ali Mudhori mengatakan kepada Fauzi demikian, "Itu saya khawatir dengan Pak Malik (Sindu Malik), jadi ada barang-barang dikasihkan ke Senayan, di sini enggak sama sekali, Senayan 20, di sini belum," katanya.

Kemudian dijawab oleh Fauzi dengan menyebut nama "ketum". "Payah sekali, ya, padahal itu yang narik si Dadong. Saya paham sih, tetapi ketum-nya ketakutan, saya sudah cerita begini-begini," kata Fauzi seperti dalam transkrip rekaman.

Saat ditanya maksud istilah "ketum", "pak ketua", dan "bos besar" dalam rekaman pembicaraannya, Fauzi mengatakan bahwa istilah itu berarti Muhaimin Iskandar. Namun, lagi-lagi Fauzi mengaku hanya mencatut nama Muhaimin itu. "Ketum, Muhaimin, orang yang saya catut namanya itu," ujarnya.

Atas banyaknya nama Muhaimin muncul dalam pembicaraan Fauzi ini, ketua majelis hakim Sudjatmiko mencecar Fauzi. "Saudara, kok, dalam tiap pembicaraan, ada menyebut nama Muhaimin, ini sebetulnya gimana. Ada hubungan dengan Muhaimin?" tanya hakim Sudjatmiko.

Kemudian Fauzi menjawab bahwa perkara ini tidak ada hubungannya dengan Muhaimin. "Itu saya mencatut nama beliau saja," kata Fauzi.

Jawaban-jawaban Fauzi ini tampak mengundang kecurigaan hakim kalau orang yang disebut staf pribadi Muhaimin itu sengaja menutup-nutupi keterlibatan menteri. "Jangan-jangan saudara menutup-nutupi Menteri?" tanya Sudjatmiko lagi. "Tidak, saya mencatut menteri," jawab Fauzi.

Kasus dugaan suap PPID ini menjerat dua pejabat Kemnakertrans, yaitu I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan. Mereka didakwa menerima suap senilai Rp 1,5 miliar dari pengusaha Dharnawati terkait program PPID di empat kabupaten di Papua. Dharnawati sendiri divonis 2,5 tahun penjara dalam kasus ini.

Sejak awal persidangan kasus ini, nama Muhaimin memang kerap disebut. Dalam dakwaan Nyoman dan Dadong disebutkan kalau uang Rp 1,5 miliar itu diberikan Dharnawati untuk tunjangan hari raya Muhaimin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Nasional
    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Nasional
    Ganjar Bubarkan TPN

    Ganjar Bubarkan TPN

    Nasional
    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    Nasional
    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    Nasional
    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Nasional
    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Nasional
    Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Nasional
    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Nasional
    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Nasional
    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com