Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moralitas "Kumuh" Kian Mengancam

Kompas.com - 12/11/2011, 02:04 WIB

Jakarta, Kompas - Bangsa Indonesia kian dirongrong moralitas ”kumuh” oleh elite politik yang menyelewengkan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Jika tidak dihentikan dengan penegakan hukum yang tegas, kondisi ini akan merusak dan menjerumuskan bangsa dan masyarakat kita dalam budaya ”kaliyuga” atau zaman keruntuhan.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengatakan hal tersebut dalam Pidato Kebudayaan ”Paguyuban Koruptor Polusi Budaya” di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (10/11) malam. Acara yang digelar Dewan Kesenian Jakarta itu dihadiri ratusan orang dari kalangan profesional hukum, politisi, mahasiswa, aktivis, seniman, dan masyarakat umum.

Dalam sambutan sebelum pidato, Sekretaris Dewan Kesenian Jakarta M Abduh Aziz, mengatakan, penyelenggaraan pidato kebudayaan ini merupakan bentuk dukungan masyarakat terhadap KPK. Komisi ini harus diperkuat terus-menerus oleh semua pihak. Lembaga ini lahir dari gerakan masyarakat madani yang mencita-citakan Indonesia yang demokratis, bersih, dan bebas korupsi.

Perampok negara

Dalam pidatonya, Busyro mengatakan, politik di Indonesia dipenuhi politisi yang bertindak kumuh secara moral dalam bentuk menyelewengkan kekuasaan. Dengan melibatkan politisi, birokrasi, dan penegak hukum, mereka merampok kekayaan negara untuk keuntungan pribadi.

Perampokan uang negara dilakukan dengan berbagai cara. Kekayaan negara dalam APBN, misalnya, dikorup lewat pengadaan barang, perizinan, penyuapan, pungutan, dan penyalahgunaan anggaran. Pencurian uang terjadi di 25 lembaga negara, seperti kementerian, perusahaan negara, dan bank.

Korupsi merasuk di semua sektor, seperti tambang emas, batubara, dan pasir besi. Kejahatan itu melibatkan banyak kalangan dengan berbagai status dan profesi, termasuk kalangan penegak hukum.

Semua itu terjadi akibat proses politik yang dibangun di atas ideologi pragmatisme-hedonis. Karakter bohong, mencla-mencle, atau political tricky menjadi budaya. Uang berada di balik semua perjuangan politik. Uang pula yang menentukan proses-proses politik, termasuk dalam pemilu.

Jika dibiarkan, kata Busyro, kekumuhan ini bakal merusak bangsa. Mengutip pujangga Ronggowarsito, kerusakan itu bakal membuat kita terjerumus dalam zaman ”kaliyuga”, yakni zaman keruntuhan. Tandanya, tidak ada yang mampu melebihi ”orang kaya” dan yang berkuasa atas semua lapis masyarakat. Orang pandai, pemberani, pertapa, pendeta, dan ulama pun menyembah orang kaya itu.

Untuk mengatasi kondisi ini, Busyro berharap, parpol dan DPR sebagai representasi formal demokrasi harus diperbaiki dengan mengembangkan ideologi yang memerdekakan rakyat dari ketertindasan sistem dan struktur politik dari yang korup. (iam)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com