Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Belum Bisa Selidiki Uang dari Freeport ke Polisi

Kompas.com - 31/10/2011, 18:35 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum dapat bergerak menyelidiki dugaan gratifikasi pada pemberian uang oleh PT Freeport kepada anggota Kepolisian di Papua. Juru Bicara KPK, Johan Budi mengungkapkan, pihaknya perlu memastikan terlebih dahulu apakah uang yang diterima anggota Kepolisian itu merupakan dana resmi seusai kontrak PT Freeport dengan pemerintah atau tidak.

"Harus dikembalikan lagi, ditelusuri, apakah dana itu memang ada naungannya yang sah atau tidak. Itu kalau resmi kan bukan gratifikasi," kata Johan di Jakarta, Senin (31/10/2011).

Untuk dapat memastikan hal itu, kata Johan, diperlukan audit dari lembaga yang berwenang seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Kalau memang ada dana resmi yang disampaikan Freeport, kan aturannya ada, dan itu harus ada auditnya. Lembaga auditor negara yang bisa melakukan audit adalah BPK atau BPKP. Jadi sebelum itu, kita nggak bisa langsung masuk," ujarnya.

Pemberian uang tersebut, lanjut Johan, tidak dapat dianggap sebagai gratifikasi jika sesuai dengan kontrak antara Freeport dengan pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Johan juga mengatakan, sejauh ini KPK belum berkoordinasi dengan BPK atau BPKP terkait pemberian uang ke Polisi itu. KPK hanya memantau isu pemberian uang tersebut melalui media.

"Ngeceknya kan enggak harus ke sana, bisa dari info-info yang ada," kata Johan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Polri, Jenderal (Pol) Timur Pradopo mengakui adanya penerimaan dana dari PT Freeport oleh anggota Polisi di lapangan. Namun, Timur tidak menyebutkan jumlah dana yang dikucurkan perusahaan tambang itu. Menurutnya, uang dari PT Freeport itu diterima sebagai uang saku tambahan karena situasi yang sulit di wilayah konflik itu.

Dana yang diterima langsung anggota Kepolisian di lapangan tersebut, kata Timur, sama halnya dengan dana operasional lain yang dapat diaudit jika diperlukan. "Itu sesuai dengan uang operasi. Dana itu bisa diaudit saya kira, sekali lagi itu adalah tambahan karena di sana kan sulit," kata Timur beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com