Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggaran KPK Besar, tetapi Hasil Minim

Kompas.com - 15/09/2011, 17:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekelompok tokoh yang menamakan diri Komite Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan kritik terhadap kinerja lembaga yang dipimpin Busyro Muqoddas itu.

Ketua Presidium Indonesia Corruption Watch Neta S Pane yang tergabung dalam Komite Pengawas KPK tersebut mengatakan, dana yang dianggarkan untuk KPK terlampau besar jika dibandingkan dengan hasil kinerja KPK yang dinilainya masih minim.

"Betapa besar dana yang dikeluarkan masyarakat, tetapi hasilnya sangat minim," kata Neta saat jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis (15/9/2011).

Hadir pula pengajar ilmu politik di Universitas Indonesia Bonie Hargens, aktivis Koalisi Masyarakat Antikorupsi Adi Massardi, dan jurnalis warga Iwan Piliang.

Menurut Neta, dana yang dianggarkan untuk pemberantasan korupsi di KPK berkisar Rp 170 miliar dengan rincian Rp 400 juta untuk satu kasus. "Untuk satu kasus penanganan korupsi di KPK menghabiskan Rp 400 juta," ujarnya.

Anggaran tersebut, katanya, lebih besar dari jatah kepolisian dan kejaksaan. Untuk satu kasus, polisi menurut Neta hanya dijatahkan dana Rp 37,8 juta, sedangkan Kejaksaan sebesar Rp 48,6 juta. Namun, lanjutnya, hasil yang diperoleh KPK tidak jauh lebih besar dari polisi dan jaksa.

Neta mengatakan, berdasarkan penelusuran Komite, sepanjang tahun 2010 KPK hanya mampu membawa sembilan kasus ke persidangan. "KPK melakukan penyelidikan terhadap 50 kasus korupsi, 24 kasus di antaranya disidik, tetapi hanya 9 yang masuk pengadilan," ungkapnya.

Sementara itu, kepolisian, lanjut dia, berhasil memasukkan 15 kasus ke pengadilan. "Sebanyak 43 kasus diselidiki, 22 kasus yang disidik, dan 15 masuk pengadilan," katanya.

Adapun kejaksaan berhasil membawa 28 kasus ke pengadilan dari 66 kasus yang masuk penyidikan. "Terdapat 66 kasus yang diselidiki, 66 kasus yang disidik, dan 28 masuk pengadilan," paparnya.

Selain itu, Neta berpendapat bahwa pemberantasan korupsi oleh KPK selama ini tidak memiliki fokus jelas. KPK hanya berperan seperti pemadam kebakaran yang menyelesaikan kasus sesuai pesanan. "Padahal, banyak sekali kasus korupsi yang belum tersentuh, seperti korupsi dan manipulasi di sektor pertambangan, BUMN," katanya.

Oleh karena itu, Komite Pengawas KPK, kata Neta, khawatir jika kasus dugaan suap wisma atlet yang melibatkan Muhammad Nazaruddin dan tengah ditangani KPK akan dikerdilkan.

"Kita curiga kasus Nazaruddin akan dibonsai dengan munculnya kasus Kemnakertrans, kasus PKB, Muhaimin. Karena dengan cepat penanganan kasus Kemnakertrans, tetapi begitu lama penanganan kasus Nazar," ungkapnya.

Sebelumnya, Komite Pengawasan KPK menamakan dirinya sebagai Komite Pengawasan KPK untuk Kasus Nazaruddin. Komite tersebut mengaku berkepentingan mengawal penuntasan kasus yang diduga melibatkan sejumlah petinggi Partai Demokrat itu di KPK agar kasus tersebut tidak hanya berhenti pada Nazaruddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com