Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Serikat Buruh Menolak RUU BPJS

Kompas.com - 13/07/2011, 15:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Serikat pekerja dan para buruh makin gencar menolak disahkannya RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS). Banyak yang heran karena pada awalnya, RUU ini bertujuan untuk menjamin hak-hak dasar warga negara, terutama para buruh dan masyarakat kalangan bawah. Namun, penolakan terjadi karena draf RUU justru dinilai memuat pelanggaran mendasar terhadap hak-hak dasar warga negara.

Ada sejumlah alasan yang digulirkan oleh gabungan serikat pekerja dan lembaga swadaya masyarakat terkait penolakan RUU BPJS saat ini. Mereka menilai, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) sebagai induk dan RUU BPJS dinilai telah memanipulasi jaminan sosial menjadi asuransi wajib.

"Filosofi jaminan sosial dicampuradukkan dengan prinsip-prinsip asuransi karena masyarakat diminta melakukan iuran seperti sistem premi," kata Lukman Hakim dari Front Nasional Perjuangan Buruh (FNPB) dalam keterangan pers bersama di RM Dapur Selera, Rabu (13/7/2011).

Ia mengatakan, UU ini tidak bertujuan untuk menyelenggarakan jaminan sosial tapi melakukan mobilisasi dana masyarakat untuk program stabilitas sektor keuangan global melalui trust fund. Selanjutnya, Lukman juga mengelaborasi adanya kepentingan modal asing yang besar yang mendalangi lahirnya RUU BPJS. Lukman dan rekan-rekan menunjuk pada Asian Development Bank yang rela mengucurkan dana 250 juta dollar Amerika.

Kemudian, RUU BPJS dinilai tidak sesuai dengan semangat jaminan sosial karena mengubah kewajiban negara membiayai jaminan sosial menjadi kewajiban rakyat membayar premi jaminan sosial. Akibatnya, rakyat akan semakin miskin.

"UU ini memaksa buruh, PNS, TNI dan kelompok masyarakat miskin untuk mensubsidi silang kelompok yang paling miskin. Semestinya, negara yang harus mensubsidi," tambahnya.

Kelima, Lukman juga mengatakan, badan wali amanah yang diberikan hak mengelola dana jaminan sosial terlihat seperti badan hukum privat yang juga berlaku di perguruan-perguruan tinggi negeri dalam bentuk Badan Hukum Milik Negara. Bentuk ini memungkinkan komersialisasi pendidikan nasional.

Selain itu, lanjutnya, peleburan BUMN jaminan sosial menjadi BPJS tunggal dinilai sama dengan privatisasi BUMN yang akan menimbulkan kerancuan. Oleh karena itu, menurut Lukman, jaminan sosial dikelola secara otonom. Otonomi jaminan sosial ini pun akan menghilangkan tanggung jawab dan kontrol negara terhadap risiko-risiko yang dihadapi rakyat akibat kebijakan yang keliru. Kemudian, pemberlakuannya akan membuka peluang penggunaan dana masyarakat untuk kepentingan bisnis tanpa pembatasan yang jelas.

"Intinya, UU ini bertentangan dengan Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945 dan merupakan suatu bentuk subversi terhadap negara dan pelanggaran terhadap hak-hak dasar rakyat," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

    Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

    Nasional
    1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

    1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

    Nasional
    Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

    Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

    Nasional
    Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

    Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

    Nasional
    Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

    Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

    Nasional
    PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

    PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

    Nasional
    KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

    KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

    Nasional
    Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

    Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

    Nasional
    Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

    Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

    Nasional
    Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

    Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

    Nasional
    KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

    KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

    Nasional
    Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

    Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

    Nasional
    Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

    Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

    Nasional
    Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

    Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

    Nasional
    Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

    Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com