Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miskinkan Koruptor Toga Merah

Kompas.com - 08/06/2011, 08:21 WIB

Oleh: Febri Diansyah

Malam menjelang cuti panjang di awal Juni 2011, seorang hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berinisial ”S” ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dari rumahnya disita uang 116.128 dollar AS, 245.000 dollar Singapura, 12.600 riel Kamboja, 20.000 yen, dan Rp 142 juta. Selain itu, ditemukan Rp 250 juta dalam tiga amplop di tas warna merah. Beberapa jam kemudian ia ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dalam kasus kepailitan PT SCI dan ditahan di LP Cipinang.

 Padahal, seminggu yang lalu ia masih terlihat gagah dengan toga merah-hitam memimpin jalannya persidangan. Saat itu ia memvonis bebas seorang politisi Partai Demokrat dari dakwaan korupsi dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan di Provinsi Bengkulu. Ia juga yang membebaskan 39 terdakwa kasus korupsi yang sebagian besar vonisnya dijatuhkan di Makassar.

Apa yang bisa dibaca dari kisah kontras ini? Cerita tentang ”utusan Tuhan” yang melakukan kejahatan di Bumi?

Dulu, saat jaksa Urip Tri Gunawan ditangkap KPK, seseorang mengatakan, menangkap hakim jauh lebih sulit dibandingkan jaksa. Saya lupa persis siapa dia, tetapi apa yang disampaikannya punya arti penting hari ini, terutama terkait asal-usul dana setara Rp 3 miliar di rumah seorang hakim pengadilan negeri. Banyak pihak meragukan semua dana itu terkait pada satu kasus kepailitan saja.

Jika pengakuan pihak PT SCI di berbagai media bahwa dana Rp 250 juta adalah uang ”terima kasih” benar, wajar kita bertanya: uang senilai Rp 2,8 miliar lainnya dari mana? Bukan tidak mungkin transaksi mencurigakan sudah terjadi sebelum KPK sempat mengendusnya. Dengan kata lain, cara yang dilakukan sang hakim bisa jadi sangat halus dan tidak terdeteksi, bisa jadi sulit dibuktikan di pengadilan.

Persoalan inilah yang kemudian sangat penting dicermati. Apa sarana dan strategi pembuktian yang bisa digunakan KPK untuk menelisik lebih dalam soal asal-muasal dana ”tak jelas” tersebut?

Banyak pihak bisa saja dengan mudah mengatakan KPK harus mengembangkan kasus ini dan melihat apakah uang yang ditemukan tersebut terkait dengan vonis bebas terhadap Gubernur Bengkulu (nonaktif) Agusrin M Najamudin atau kasus sengketa di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa, atau vonis bebas lainnya. ICW pun bersikap demikian. Mendorong agar KPK tidak terlokalisasi hanya pada hubungan antara kurator dan hakim dalam kasus PT SCI. Namun, saya yakin pasti tak mudah membuktikan perkara seperti ini jika KPK hanya menggunakan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Miskinkan koruptor

Lalu, pilihan hukum apa yang potensial digunakan? Jika selama ini perspektif pemberantasan korupsi cenderung melihat pelaku (follow the suspect), sekarang saatnya mengombinasikannya dengan berfokus pada uang hasil kejahatan. KPK bisa menerapkan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang untuk pertama kalinya dalam kasus ini.....(selengkapnya, baca Harian Kompas 8 Juni 2011, halaman 6)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Nasional
    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Nasional
    Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

    Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

    Nasional
    Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

    Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

    Nasional
    Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

    Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

    Nasional
    KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    Nasional
    TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

    TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

    Nasional
    KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

    KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com