Jakarta, Kompas -
Pernyataan itu disampaikan Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi, Kamis (5/5) di Jakarta. ”Pemerintah Norwegia harus merespons pengumuman Kementerian Kehutanan tentang pencabutan izin sejumlah perusahaan sawit di Indonesia,” kata Elfian.
Pada 18 Maret 2011, Kementerian Kehutanan mengumumkan pencabutan izin persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan terhadap 182 perusahaan perkebunan sawit. Hal itu termasuk perusahaan-perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Dana Pensiun Norwegia.
Elfian menambahkan, Bank Jerman (Deutsche Bank) telah menarik sahamnya dari grup bisnis sawit yang diduga terlibat persoalan deforestasi dan perusakan lingkungan itu.
”Langkah Deutsche Bank bisa dijadikan referensi dalam sidang kode etik investasi saham Dana Pensiun Norwegia,” katanya.
Menurut The Rainforest Foundation Norway (RFN), peningkatan investasi Dana Pensiun Norwegia pada perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penghancuran hutan hujan, seperti sektor minyak dan gas, penebangan kayu, perkebunan kelapa sawit, pabrik kertas, serta produksi daging, dua kali lebih cepat dibandingkan investasi dana tersebut ke sektor lain.
”Kebijakan ini mulai mendapat kritik di dalam negeri Norwegia, seperti di sampaikan Partai Kristen Demokrat Norwegia,” kata Elfian.
Secara terpisah, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Eivinc S Hommes saat mengunjungi Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, sama sekali tidak menyinggung soal investasi mereka di sektor sawit di Indonesia.
Namun, dia secara khusus menyoroti lambannya Pemerintah Indonesia menyelamatkan hutan, seperti tersendatnya keputusan moratorium hutan (Kompas, Rabu, 4 Mei).