Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Laporkan "Mark-up" Gedung DPR ke KPK

Kompas.com - 21/04/2011, 20:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan mark-up senilai Rp 602 miliar dalam penyusunan anggaran rencana pembangunan gedung baru DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (21/4/2011). Menurut perhitungan ICW, dana untuk membangun gedung baru DPR hanya Rp 535,6 miliar.

Koordinator Monitoring Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas mengatakan, dugaan penggelembungan dana itu berdasarkan hasil membandingkan hitungan versi ICW terkait total anggaran versi DPR yang menganggarkan Rp 1,38 triliun.

"Kita mendesak KPK segera mengusut dugaan penyimpangan seperti ini," kata Firdaus.

Menurutnya, ICW mendapatkan angka Rp 535 miliar dengan mengalikan total kebutuhan ruangan gedung baru DPR dengan biaya pengerjaan ruangan per meter persegi. Menurut versi ICW, total kebutuhan ruangan itu ditentukan dari standar luas ruang kerja setiap anggota Dewan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum.

"Luas kerja masing-masing anggota DPR setara eselon I, termasuk di dalamnya ruang kerja, tamu, rapat, staf, sekretaris, dan ruang tunggu seluas 80 meter persegi," katanya.

Dengan demikian, untuk 600 orang anggota Dewan, total kebutuhan ruangan seluas 48.000 meter persegi. Ditambah, lanjut Firdaus, ruang fraksi, pimpinan, pendukung, dan ruang fungsional lainnya seluas 26.598 meter persegi.

"Jadi, total kebutuhan ruang gedung DPR baru seluas 79.767 meter persegi," papar Firdaus.

Kemudian, lanjut Firdaus, angka tersebut dikalikan dengan biaya pekerjaan ruangan senilai Rp 6,7 juta per meter persegi sehingga didapat angka Rp 535,6 miliar. Sementara itu, DPR menetapkan jatah luas setiap anggotanya 120 meter persegi sehingga luas total keseluruhan untuk gedung baru DPR 161.000 meter persegi.

"Berdasarkan informasi pengumuman lelang, total pagu anggaran untuk total luas keseluruhan gedung itu sebesar Rp 1,38 triliun," katanya.

Peneliti Monitoring Analisis Anggaran ICW Abdullah Dahlan menambahkan, penyusunan anggaran pembangunan gedung baru DPR yang mencapai Rp 1,38 triliun itu juga menyalahi prinsip asas pengelolaan anggaran negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.

"Keuangan negara dikelola secara tertib, taat peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan," kata Abdullah membacakan kutipan undang-undang tersebut.

Sementara anggaran yang diajukan DPR, katanya, tidak hemat dan tidak memerhatikan rasa keadilan masyarakat.

"Juga adanya upaya memaksakan dan bahkan melakukan kebohongan publik agar rencana pembangunan gedung ini diteruskan," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com