Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Kejanggalan Kasus Antasari

Kompas.com - 19/04/2011, 14:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Keputusan majelis hakim dalam perkara pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen dengan terpidana mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar dinilai memiliki kejanggalan. Kuasa hukum Antasari, Maqdir Ismail, menyebut, salah satu kejanggalan adalah soal senjata yang digunakan untuk membunuh korban. 

"Kalau menurut ahli senjata, sebagaimana dipraktikkan di persidangan, senjata itu macet. Namun, menurut keterangan Abdul Mun'in Idris (ahli forensik RSCM), senjata (yang membunuh korban) berasal dari senjata yang baik," kata Maqdir kepada wartawan di Kantor Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Selasa (19/4/2011). 

Diungkapkan, ia telah mendapatkan fotokopi berkas perkara penjual senjata dari seseorang bernama Teguh Minarto. Menurut keterangan Minarto, kata Maqdir, senjata tersebut ditemukan dari Aceh pascatsunami pada 2005. 

"(Senjata itu berasal) dari satu area yang dulu digunakan sebagai area PLN yang juga terkena tsunami. Ini kan membuktikan paling tidak senjata ini pernah terendam sehingga kemungkinan dapat dipastikan senjatanya itu rusak atau macet," tuturnya. 

Selain itu, Maqdir juga menjelaskan mengenai kejanggalan dalam perbedaan diameter anak peluru senjata tersebut. Menurut keterangan Mun'in, peluru yang terdapat di tubuh korban adalah 9 milimeter. Namun, senjata yang ditunjukkan dalam persidangan berkaliber 0.38 spesial. 

"Di mana menurut keterangan ahli senjata, senjata seperti itu tidak bisa menggunakan anak peluru 9 milimeter karena tidak muat dan terlalu kecil larasnya," tutur Maqdir. 

Untuk itu, ia berharap Komisi Yudisial mencermati putusan pengadilan dalam kasus Antasari, khususnya dalam menimbang keterangan-keterangan saksi. Ia menilai, kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dapat membuat kredibilitas hakim menjadi buruk di mata masyarakat. 

"Kalau saya melihatnya bukan untuk kepentingan Pak Antasari, tetapi untuk kepentingan kita ke depan. Supaya hakim-hakim sadar bahwa mereka diawasi oleh masyarakat. Meskipun tidak ada pengaduan, mereka seharusnya dan sepatutnya menimbang perkara dengan fakta sesungguhnya," kata Maqdir. 

Sebelumnya, KY menengarai adanya indikasi pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim dari tingkat pertama, banding, maupun kasasi dalam kasus Antasari Azhar berkaitan dengan pengabaian bukti-bukti penting. Bukti tersebut antara lain keterangan ahli balistik dan forensik Abdul Mun'in Idris dan baju milik korban yang tidak dihadirkan dalam persidangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

    Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

    Nasional
    Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

    Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

    Nasional
    Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

    Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

    Nasional
    Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

    Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

    Nasional
    Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

    Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

    Nasional
    Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

    Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

    Nasional
    Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

    Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

    Nasional
    Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

    Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

    Nasional
    Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

    Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

    Nasional
    Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

    Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

    Nasional
    Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

    Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

    Nasional
    Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

    Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

    Nasional
    Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

    Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

    Nasional
    Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

    Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

    Nasional
    Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

    Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com