JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS meminta Jaksa Agung baru, Basrief Arief untuk dapat membangun kerjasama dengan Komnas Hak Asasi Manusia. Hendaknya, kerjasama dengan Komnas HAM tersebut menjadi prioritas utama Jaksa Agung agar kasus-kasus pelanggaran HAM berat dapat segera dituntaskan.
"Membangun kerjasama dengan Komnas HAM agar berkas-berkas penyidikan bisa dilanjutkan, memanggil ahli hukum HAM internasional untuk saran penuntasan kasus," ujar Staf Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Chrisbiantoro dalam jumpa pers di KontraS, Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Minggu (28/11/2010).
Dikatakan Chrisbiantoro, hingga kini terdapat lima kasus pelanggaran HAM berat yang belum diselesaikan Kejaksaan Agung yakni kasus Trisakti, peristiwa Mei 1988, penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997-1998, peristiwa Talangsari, dan peristiwa Wasior-Wamena. "Situasi ini terjadi sejak Jaksa Agung Abdurrahman Saleh, Hendarman Supandji, sejak 2002-2008 Kejaksaan Agung sudah empat kali kembalikan berkas penyelidikan ke Komnas HAM," katanya. "Itu bertentangan dengan tugas dan mandat Kejaksaan Agung dalam penuntasan pelanggaran HAM berat," tambah Chris.
Kerjasama Kejaksaan Agung dan Komnas HAM kata Chris, salah satunya bisa dilakukan dengan saling melibatkan. Komnas HAM melibatkan Kejaksaan Agung dalam penyelidikan pelanggaran HAM dan sebaliknya, Kejaksaan Agung melibatkan Komnas HAM dalam penyidikan. Dengan kerjasama yang baik tersebut, lanjut Chris, juga dapat memperbaharui kepercayaan publik terhadap Kejaksaa Agung.
"Sekaligus bukti nyata kesungguhan melakukan reformasi institusi dan mengakhiri krisis penegakkan hukum dan HAM di Kejaksaan," imbuhnya.
Mengenai sosok Basrief Arief, menurut catatan KontraS, tidak ada hal buruk yang dapat mengancam penegakkan HAM dari seorang Basrief. Hanya saja, Koordinator Kontras, Haris Azhar menilai, Basrief tidak memiliki prestasi dalam menyelesaikan kasus kronis selama berkarir di Kejaksaan Agung. "Tapi sebagai warga negara yang baik, KontraS berharap ya," ucapnya.
Upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, kata Haris, seharusnya tidak menunggu sinyal-sinyal dari Presiden. "Karena ini mandat undang-undang bukan mandat politik. Semoga Jaksa Agung yang baru dia bisa tidak terpolitisasi," tambah Haris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.