Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK: Mengapa Elite Politik Tak Mencegah?

Kompas.com - 01/09/2010, 20:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI Periode 2004-2009, Muhammad Jusuf Kalla menyayangkan elit politik dan pemerintah, termasuk legislatif yang dinilai tidak bisa mencegah rencana pembangunan gedung baru DPR-R I dengan dana hingga Rp 1,8 triliun. Padahal, sebelumnya rencana pembangunan gedung baru DPR-RI tersebut sudah pernah ditolak oleh masyarakat.

Demikian ditegaskan Jusuf Kalla, yang kini menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia Pusat kepada Kompas di Jakarta, Rabu (1/9/2010) sore. Sebelumnya, ia dimintai tanggapannya menyusul rencana pembangunan gedung baru DPR-RI, pada Oktober mendatang.

"Seharusnya, para elit politik dan elit pemerintah bisa mencegah rencana pembangunan gedung baru DPR tersebut. Mereka memiliki akses dan kesempatan untuk mencegah dan membatalkan rencana pembangunan gedung tersebut, akan tetapi mengapa hal itu tidak dilakukan. Kalau saya masih memimpin Partai Golkar, rencana tersebut tidak akan pernah ada di tengah kondisi keterbatasan anggaran dan masyarakat kita sekarang ini," tandas Kalla.

Menurut Kalla, di tengah ketidakpercayaan terhadap anggota DPR-RI, jika pembangunan gedung tersebut tetap jadi dilaksanakan, maka kesenjangan rakyat dengan wakil-wakilnya di DPR-RI akan semakin menganga lebar.

"Dari sisi belanja negara, pengeluaran anggaran melalui pos DPR juga akan semakin meningkat mengingat pembangunan gedung baru DPR-RI tersebut juga akan memberikan konsekuensi ongkos tambahan sekitar 10 persen untuk biaya pemeliharaan maupun operasional gedung tersebut. Bayangkan itu," ujar Kalla.

Kalla kemudian menceritakan saat ia menjadi Wakil Presiden RI, ia minta dihentikan antara lain pembangunan Gedung Kementerian Perdagangan yang dinilainya sangat mewah sekali dan pemakaian kendaraan dinas yang hanya sebuah Toyota Camry.

"Sebab, kalau gedung pemerintah atau gedung DPR sangat mewah, tentu gedung-gedung di daerah akan mengikuti kemewahan seperti itu. Juga, kalau kendaraan dinas menteri yang digunakan adalah mobil mewah, maka bupati maupun wali kota dan kepala daerah akan menggunakan mobil mewah. Sebaliknya, jika menggunakan mobil biasa, maka pejabat di daerah akan menyesuaikan diri," jelasnya.

Ia menjawab tegas, tidak akan meloloskan kebijakan seperti itu jika ia masih menjadi Wapres saat kebijakan itu diusulkan melalui pemerintah. "Kalau diloloskan, saya khawatir bisa terjadi masalah-masalah sosial akibat kesenjangan yang semakin lebar itu. Pembangunan gedung baru tersebut juga akan mempertontonkan ketidakadilan pembangunan di mata rakyat," kata Kalla seraya membandingkan gedung perkantoran di luar negeri yang sangat kecil dan terbatas jika dibandingkan dengan gedung perkantoran pemerintah Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Nasional
    Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com