Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sandera dari Opsi C....

Kompas.com - 05/03/2010, 07:52 WIB

Oleh: M Hernowo

JAKARTA, KOMPAS.com — Dari dua opsi yang diajukan Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat untuk Hak Angket Bank Century, yaitu opsi A dan C, Rapat Paripurna DPR pada Rabu (3/3/2010) akhirnya memutuskan memilih opsi C.

Opsi A dan C sebenarnya memiliki sejumlah persamaan. Keduanya menyatakan, ada masalah dalam proses akuisisi dan merger Bank CIC, Pikko, dan Danpac menjadi Bank Century pada tahun 2001-2004 serta aliran dana talangan dari Bank Century.

Namun, opsi A menyatakan dapat memahami kebijakan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek untuk Bank Century sebesar Rp 689 miliar pada November 2008 dan dana talangan Rp 6,7 triliun pada November 2008-Juli 2009.

Sebaliknya, dalam opsi C dinyatakan bahwa ada dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang, antara lain, dilakukan otoritas moneter dan otoritas fiskal dalam kebijakan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dan dana talangan itu. Dalam matriks antara lain disebutkan bahwa mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono yang sekarang menjadi Wakil Presiden dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam kebijakan itu.

Di Opsi C juga ditegaskan bahwa dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang diserahkan kepada aparat hukum.

Anggota Pansus dari Hanura, Akbar Faizal, belum dapat memastikan yang akan terjadi jika rekomendasi opsi C tidak ditindaklanjuti aparat hukum atau aparat hukum memiliki pandangan berbeda dengan DPR. Namun, secara politis, putusan DPR itu telah mendelegitimasi Boediono dan Sri Mulyani.

Dalam opsi C memang tidak ada kata pemakzulan bagi Boediono atau permintaan mundur bagi Sri Mulyani. Namun, dengan memilih opsi itu, dua pejabat itu telah divonis secara politik.

Putusan DPR itu juga telah menyandera Boediono dan Sri Mulyani meski mereka, sekarang atau dalam waktu singkat, tidak diproses hukum. Namun, tidak ada kepastian bahwa kelak atau setelah tidak menjabat, mereka tetap akan terhindar dari proses hukum.

Sikap Fraksi Partai Golkar, PKS, dan PPP untuk memilih opsi C juga memunculkan kerumitan di koalisi. Jika mereka tidak mendapat sanksi, maka muncul potensi kecemburuan di PAN dan PKB yang memilih opsi A, seperti Partai Demokrat. Sinyalemen ini telah muncul dari pernyataan Ketua PAN Bima Arya yang meminta Presiden Yudhoyono mempertimbangkan penyederhanaan koalisi.

Dengan koalisi yang sekarang terdiri dari Partai Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PPP, dan PKB, pemerintah ”menguasai” 423 dari 560 kursi di parlemen atau 75,54 persen. Namun, jika Partai Golkar, PKS, dan PPP keluar dari koalisi, hanya tinggal 222 kursi di parlemen atau 39,64 persen. ”Dengan PDI-P, Hanura, dan Gerindra di luar koalisi, keadaan sudah seperti sekarang. Apa yang terjadi jika Golkar, PKS, dan PPP juga ikut keluar?” tanya seorang politisi dari Golkar.

Sementara itu, menarik PDI-P, Gerindra, atau Hanura ke koalisi juga tidak mudah. Seperti kata Wakil Ketua DPR dari Partai Golkar Priyo Budi Santoso, ”Saya makin sadar, putusan akhir PDI-P ada di Ibu Megawati (Ketua Umum DPP PDI-P).”

Jadi, cerita memang masih panjang.... 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com