SEMARANG, KOMPAS.com - Dukungan masyarakat untuk menyematkan gelar pahlawan nasional terhadap Gus Dur terus mengalir. Dukungan ini juga disampaikan kalangan mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat ketika doa bersama di Bundaran Tugu Muda, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (6/1/2010) malam .
Doa bersama dalam rangka peringatan tujuh hari wafatnya Gus Dur tersebut diikuti mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) .
Koordinator aksi doa bersama Tedi Kholiludin menyatakan, Gus Dur sudah selayaknya diberikan gelar pahlawan nasional mengingat jasanya yang luar biasa untuk Indonesia, terutama dalam melindungi hak-hak kaum minoritas.
"Gus Dur memperjuangkan nilai-nilai tersebut secara konsisten baik ketika menjabat sebagai Presiden, Ketua Umum PB Nadhlatul Ulama, ataupun rakyat biasa," ucap Tedi yang juga Direktur eLSA .
Perjuangan Gus Dur untuk mengutuhkan negara kesatuan RI juga terlihat dalam upaya rekonsiliasi konflik Ambon serta ketika memberikan kebebasan warga Papua untuk menyuarakan aspirasinya.
Mereka menilai, Gus Dur merupakan pemimpin bangsa yang gigih memelihara kemajemukan bangsa dan mampu menghargai perbedaan. Langkah Gus Dur untuk mewujudkan kesetaraan hak merupakan tindakan yang patut ditiru. Ketika memerintah, Gus Dur memberikan kebebasan bagi warga Tionghoa pemeluk Konghucu untuk berekspresi dan beribadah sehingga dapat setara dengan lima agama lainnya di Indonesia.
Selain menyerukan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Gus Dur, mereka juga mengajukan nama Gus Dur sebagai penerima Nobel Perdamaian karena kontribusinya dalam menjembatani Islam dan Barat serta mengusulkan kepada pemerintah bahwa hari wafatnya Gus Dur yaitu, tanggal 30 Desember 2010 untuk dijadikan Hari Pluralisme.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.